Tahun ini komunitas IIDN berulang tahun yang ke-3 apa ya kira-kira kado terindah untuk kado ulang tahunnya ? Walaupun tahun ini IIDN berulang tahun yang ke-3 tapi saya baru mengenalnya kurang lebih 5 bulan belakangan ini. Meskipun belum begitu lama berkenalan dan menjadi bagian dari keluarga besar IIDN, tetapi rasanya seperti sudah mengenal cukup lama. Banyak teman-teman dan sahabat baru yang saya temukan disana, sehingga tidak berlebihan kiranya jika kuberikan kue ulang tahun terindah untuk IIDN tercinta. Sayangnya saya tidak bisa memberikan langsung kue ini untuk dua orang guru terbaik di IIDN yaitu Indari Mastuti dan Lygia Pecanduhujan, kuenya saya kirim imagenya saja ya, he.........
Meracik
adonan untuk membuat kue hampir sama dengan meracik kata untuk membuat buku.
Hanya yang membedakan untuk membuat kue kue enak atau tidaknya adalah indera perasa , sedangkan meracik kata untuk menghasilkan sebuah buku
yang bagus mengandalkan otak dan pikiran. Tapi bukan berarti mereka yang memiliki
ilmu dan daya nalar yang rendah tidak bisa menjadi seorang penulis. Karena
seorang penulis punya kejelian dalam mencari isu, mengolah dan menuangkannya
secara kreatif. Dengan ilmu seadanya, penulis bisa menghasilkan karya yang jauh
lebih menarik daripada seorang yang sangat cerdas tetapi tidak terbiasa
menulis.
Seperti
halnya seorang ahli masak atau ahli membuat kue baru akan bisa menghasilkan kue
dan masakan yang enak setelah melalui latihan dan uji coba berulang-ulang. Kebiasaan
mereka melakukan uji coba akan membuat indera perasa mereka menjadi peka.
Sehingga bisa mendapatkan hasil yang memuaskan. Demikian juga dengan para
penulis, ketekunan mereka untuk terus berlatih dan menulis akan menghasilkan
tulisan bagus. Keterlatihan otak dalam mengolah segala sesuatu yang ada di
lingkungannya bisa menghasilkan karya yang menarik untuk dikonsumsi publik.
Lalu
bagaimana saya bisa menyelaraskan kemampuan meracik adonan kue dengan kemampuan
meracik kata, untuk menghasilkan sebuah karya yang bisa dikonsumsi oleh publik.
Sementara usia sudah mulai beranjak senja, otak juga sudah mulai susah untuk
menyerap berbagai bacaan. Kadang untuk mengerti apa yang dibaca saja harus
berulang kali baru mengerti apa maksud dari isi bacaan tersebut. Memang harus
diakui ini otak sudah mulai lola alias loading lama dan perlu tambahan nutrisi
supaya tidak lola lagi. Namun saya teringat dengan salah satu buku yang
mengatakan bahwa kebiasaan menulis dan membaca akan membuat seseorang terlihat
awet muda. Bukankah kebiasaan menulis itu berbanding lurus dengan kebiasaan
membaca juga !
Seorang
pemikir Muslimah asal Aljazair Fatima Mernisi ditanya oleh para mahasiswinya,
mengapa wajahnya tidak berubah dan nampak lebih muda dari usianya yang sudah
setengah baya, ia menjawab “ Karena saya sering membaca dan menulis “.
Pertanyaan yang kurang lebih sama sempat dilontarkan oleh putra sulung saat
saya berulang tahun bulan kemarin “ Mengapa kulit mama belum keriput, rambut
mama juga belum memutih seperti kebanyakan wanita-wanita seusia mama, padahal
usia mama sudah hampir setengah abad “, mungkinkah karena sekarang menulis dan
membaca sudah menjadi santapan sehari-hari yang tidak bisa ditinggalkan begitu
saja, sehingga berdampak pada wajah yang
kelihatan lebih muda dan berseri seperti halnya yang dialami oleh Fatima
Mernisi ? Siapa sih yang tidak senang kelihatan tetap awet muda, mendapat
pujian dari anak dan suami padahal resepnya sungguh sederhana yaitu banyak
menulis dan membaca.
Seperti kata Fatima Mernisi membaca
adalah proses memasukkan ilmu, memasukkan gizi yang berkualitas bagi
syaraf-syaraf otak. Sementara, menulis adalah memanfaatkan ilmu, menggerakkan
ilmu agar berkembang dan mendapat tempat untuk meluas dan membentang. Ketika
ilmu memiliki kesempatan untuk masuk dan keluar lagi, ia menemukan tempat untuk
berkembang dan meremajakan diri. Dampaknya, orang yang memiliki ilmu itu akan
tampak lebih remaja dari usianya.
Lalu apa yang harus kita lakukan sekarang ? “
Think big, start small, act now “, itulah yang saya lakukan bersama komunitas
Ibu Ibu Doyan Nulis. Berpikir besar bahwa suatu saat bisa menjadi seorang
penulis besar dengan banyak karya besar yang bisa diterima oleh masyarakat.
Bukankah itu sebuah cita-cita yang bisa terjadi pada siapapun yang mau belajar
dan bekerja keras ? tapi cita-cita itu tidak akan tercapai jika hanya berdiam diri saja tanpa pernah bergerak
untuk memulainya. Demikian halnya dengan membuat kue, jika hanya dibaca
resepnya tanpa mulai untuk membuatnya kue tersebut tidak akan pernah bisa
dimakan untuk dirasakan enak atau tidaknya.
Saya
memulainya dengan mengikuti pelatihan online yang diadakan oleh grup ini dengan
mentor yang luar biasa yaitu Indari Mastuti. Begitu ada tawaran untuk mengikuti
pelatihan online saya tidak menyia-nyiakan kesempatan ini apalagi biaya yang
ditawarkan juga cukup terjangkau yaitu Rp 50.000 dengan dua kali pertemuan.
Bandingkan dengan biaya pelatihan kepenulisan lainnya yang berbiaya ratusan
juta rupiah. Padahal ilmu dan kesempatan yang ditawarkan sesudah mengikuti
pelatihan ini luar biasa. Setiap alumni diberi kesempatan seluas-luasnya untuk
mengembangkan kemampuan menulisnya dengan membuat buku lewat agency IndscriptCreative yang akan diterbitkan oleh penerbit-penerbit besar salah satunya
Gramedia. Bagaimana saya tidak bergirang hati dan seolah terbangun dari mimpi
suatu saat ada salah satu tulisan saya yang mungkin akan diterbitkan oleh
penerbit sekaliber Gramedia dan banyak diburu para penikmat buku, seperti
halnya kue-kue produksi saya yang banyak diburu para penikmat kuliner.
Ibu
Rumah Tangga profesi yang banyak disandang oleh sebagian besar anggota di grup
kepenulisan
IIDN , tidak membuat para ibu ini kehabisan waktu untuk berkarya. Disela-sela
kesibukannya sebagai istri dan juga ibu dengan segudang pekerjaan tapi masih
mau belajar dan berkarya. Justru dari profesi mereka banyak digali cerita yang
bisa ditulis dalam sebuah buku untuk bisa dibagikan kepada para ibu lainnya
diluar sana sebagai cerita yang menginspirasi seperti kisah-kisah dalam buku
Storycake for Amazing Mom. Mungkin ada sebagian orang menganggap apa sih
bagusnya cerita tersebut, hanya sebuah cerita yang tidak ada artinya ?
eit.....jangan lupa bahwa dari hal-hal kecil kita belajar untuk menjadi besar.
Untuk sebagian orang mungkin sepele tapi masih banyak orang dibelahan dunia
lainnya menilai bahwa cerita itu
sangatlah berharga. Ingat tidak kesuksesan dari buku chicken soup yang berisi
kisah-kisah inspiratif, kisah yang banyak ditulis oleh para ibu rumah tangga
yang akhirnya bisa mendunia ? Saya yakin suatu saat seri dari Storycake juga
tidak akan kalah dengan seri chicken soup dan saya ada didalam sebagai salah seorang kontributornya.
Jadi
kata siapa bergabung dengan komunitas IIDN tidak ada manfaatnya dan hanya
buang-buang waktu ? Banyak penulis yang terlahir dari komunitas ini,
keterampilan mereka terus diasah untuk melahirkan karya-karya besar, dengan
judul yang tidak kalah menggelitiknya. Teringat saat berburu buku “Masuk Surga
Walau Belum Pernah Sholat “ karya mbakyu Candra Nila Murti Dewojati. Judulnya
yang menggelitik membuat penasaran untuk memiliki dan membacanya. Masa iya sih
bisa masuk surga walau belum pernah sholat ? padahal sholat kan salah satu
syarat utama bagi seorang muslim yang tidak boleh ditinggalkan. Membuat sebuah
buku dengan judul menggelitik, sama halnya dengan membuat kue dengan bentuk
yang unik dan lucu selalu membuat penasaran konsumen untuk memburunya. Semua keterampilan itu
hanya bisa diperoleh lewat proses latihan berulang.
Siapapun
bisa menjadi seorang penulis, begitu juga halnya siapapun bisa menjadi seorang
chef. Mulailah berlatih menulis dari hal yang paling anda kuasai, demikian
pernah diutarakan oleh Indari Mastuti. Saya jadi teringat buku catatan harian
yang pernah ditulis oleh almarhum ayahanda berpuluh tahun yang lalu. Sebuah
buku catatan harian yang tidak sengaja ditemukan dari dalam laci lemari yang
sudah tua. Buku yang berisi semua catatan penting dalam kehidupan kami
sekeluarga. Buku catatan harian ini merupakan warisan yang sangat berharga dan
tidak ternilai untuk saya. Seandainya saja beliau tidak membuatkan catatan
harian yang berisi kisah perjalanan hidup kami semua, mungkin sejarah kelahiran
kami tidak akan sebegitu rinci kami ketahui seperti yang dituliskannya.
Bukankah ingatan seseorang tidak sebaik ketika mereka masih muda ? sehingga
menuliskan hal penting sebagai bagian dari sejarah hidupnya sungguh merupakan
sebuah warisan yang tidak ternilai harganya.
Seperti
halnya yang dilakukan oleh Ibu Kartini, mengapa beliau begitu fenomenal dan
dikenang banyak orang sebagai seorang pahlawan ? padahal di jamannya tidak
sedikit pula pejuang-pejuang wanita. Yang membedakannya adalah karena Kartini
berjuang dengan menuangkan fikiran dan cita-citanya kedalam bentuk tulisan yang
bisa dibaca dan diketahui banyak orang.
Siapa yang bisa membaca pikiran dan mengetahui cita-cita seseorang jika yang
bersangkutan hanya menyimpannya dalam pikiran ? Dan kini setelah berpuluh tahun
semua tulisannya tersebut masih bisa
dibaca sebagai bagian sejarah yang tidak terlupakan.
Sungguh
luar biasa apa yang dilakukan oleh seorang Indari Mastuti dan LygiaPecanduhujan untuk membantu para wanita mengembangkan bakat dan potensi yang dimiliki
oleh para wanita khususnya kaum ibu, melalui sebuah komunitas Ibu Ibu Doyan
Nulis. Inilah tindakan nyata yang dilakukan oleh para ibu untuk mewujudkan
semua mimpinya menjadi seorang penulis. Seperti seorang ibu menumpahkan bentuk
kasih sayangnya dalam sebuah tindakan nyata salah satunya dengan membuatkan
kue-kue yang menjadi kesukaan anaknya.
Komunitas IIDN memang relatif masih muda,
keberadaannya baru memasuki usia tiga tahun. Bagai balita yang baru mulai
tumbuh dan berkembang, tetapi prestasi yang dihasilkan oleh para anggotanya
sungguh luar biasa. Banyak karya yang sudah ditelurkan melalui agencynya
Indscript Creative. Banyak liputan mengenainya diberbagai media dan
pemberitaan. Siapa yang bisa mengira diusianya yang masih dini kiprahnya sudah
begitu menggelora. Mengundang banyak decak kagum dan mendapat banyak
penghargaan.
Sehingga
tidak salah saya katakan IIDN, Indari Mastuti, Lygia Pecanduhujan dan Indscript
Creative adalah tokoh-tokoh dibalik kesuksesan para ibu rumah tangga dalam menggapai
mimpi dan cita-citanya sebagai penulis. Meracik setiap kata untuk sebuah buku
bagai meracik adonan kue, dibutuhkan latihan dan ketekunan untuk menghasilkan
karya terbaik yang bisa dinikmati oleh setiap konsumen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar