Entah mengapa saat itu saya masih selalu menolak permintaan suami untuk hamil lagi setelah putra sulung kami laki-laki berusia 4 tahun, dia menginginkan anak perempuan sebagai teman kakaknya.
Mungkin saat itu saya masih teringat dengan berbagai rasa sakit. Sakit ketika menjalani pemeriksaan panggul, rasa mules yang luar biasa ketika harus menerima induksi untuk mencari jalan keluar bayi meskipun begitu bayi tetap tidak bisa menemukan jalan keluarnya sendiri, dan pasca operasi sakit menahan buang air kecil karena kateter tidak terpasang dengan baik.
Tidak pernah ada kecurigaan sedikitpun ketika “tamu bulanan” terlambat datang, cuma kali ini diiringi dengan rasa pusing dan mual setiap hari juga serba malas, seperti ciri-ciri seorang ibu yang sedang hamil, . Saya pikir rasa mual itu disebabkan oleh pencernaan yang tidak beres bukan karena hamil., Keyakinan itu atas dasar IUD yang masih terpasang dengan baik.
Pergi ke dokter menjadi satu-satunya cara untuk menghilangkan semua keluhan yang hampir mendera setiap hari. Dokter menganjurkan pemeriksaan laboratorium setelah saya menceritakan semua keluhan termasuk keterlambatan datang bulan.
Setelah melihat hasil laboratorium Dokter mengucapkan ” Selamat pak ibu hamil “, saya sempat bertanya bagaimana mungkin bisa hamil padahal IUD masih terpasang dengan baik ? Bu, IUD itu hanya buatan manusia sekarang kalau Tuhan berkehendak untuk ibu punya anak lagi ibu mau bilang apa ! Kemudian dokter bertanya lebih lanjut, Anak bapak yang pertama laki-laki atau perempuan ? laki-laki jawab suami, selamat pak karena hampir 90% kegagalan KB anaknya perempuan.
Kembali kerumah saya mengingat kembali perkataan dokter tadi, ” IUD itu hanya buatan manusia sekarang kalau Tuhan berkehendak untuk ibu punya anak lagi ibu mau bilang apa ” saya tercenung mengingat semua kalimat itu. Mungkinkah ini jawaban atas do’a-do’a suami untuk kegelisahan bathinnya selama ini ? Mungkinkah ini jawaban atas keegoisan saya bahwa tidak ada yang bisa menghalangi jika Tuhan berkehendak ?
Kelahiran selalu disambut dengan suka cita dan untuk kali ini sayapun harus menjalani operasi untuk yang kedua kalinya mengeluarkan sang jabang bayi, Ternyata benar seperti dugaan dokter anak yang kedua terlahir dengan jenis kelamin “Perempuan” . Rasa sakit yang saya rasakan kali ini tidak sebanding dengan kenikmatan sesudahnya, nikmatnya kehangatan saat bayi menyusu, nikmatnya memandang beningnya bola mata bayi saat menyusui, nikmatnya merasakan getar-getar halus saat bayi menyusu, nikmatnya mendengar kata “Ibu” ketika anak mulai bisa bicara.
Semua kenikmatan itu hanya bisa dirasakan oleh seorang ibu hamil, melahirkan dan kemudian menyusui, hanya seorang wanita yang bisa mengalami semua itu, tidak mungkin seorang suami bisa menjalani semua yang sudah dikodratkan untuk seorang wanita . Jika begitu banyak kenikmatan yang saya peroleh sebagai seorang ibu mengapa harus ada penolakan untuk menerima anugerah dari sang maha pencipta.
Tulisan ini untuk para ibu yag telah ikut merasakan bagaimana nikmatnya menjadi seorang ibu,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar