Ketika saya dan suami sedang menunggu kedatangan
kereta di stasiun Balapan Solo, kami didatangi seorang peminta-minta tuna netra , entah apakah dia betul-betul buta atau berpura-pura buta karena sekarang banyak cara yang dilakukan oleh peminta-minta utuk menarik belas kasihan. Kalau diamati , penampilannya cukup bersih dan rapih. Saya sudah siap
mengeluarkan dompet dari dalam tas ketika tiba-tiba saja terdengar
suara musik dari telpon genggam, sejenak kami sempat berpandangan dan
hapal dengan pasti kalau itu bukan suara dari telpon genggam milik kami berdua.
Dengan penuh rasa takjub kami memandangi peminta-minta itu yang
tiba-tiba saja mengeluarkan telpon genggam dari dalam saku bajunya dan
mulai menjawab telpon , dengan refleks pula saya mulai melepaskan kembali
dompet yang sudah mulai terpegang antara ragu untuk memberi dan tidak
memberi.
Pengalaman yang lainnya adalah ketika saya sedang mengunjungi
keponakan-keponakan di Mataram, gaya peminta-minta disini lain lagi,
mereka membuka pintu pagar kemudian memencet bel rumah datang dengan
bergerombol antara 3 - 5 orang masing-masing membawa anak kecil, disini juga saya tidak tahu apakah itu anak-anak mereka sendiri atau hanya anak sewaan? Mereka
bilang “Minta berkah dan keikhlasannya bu” tapi anehnya diberi
masing-masing Rp 1.000 mereka tidak mau, mereka minta Rp 2.000. Hah ! rupanya sudah ada tarif minimal yang mereka buat sendiri bukankah mereka sendiri yang meminta
keikhlasan saya tapi diberi Rp 1.000 tidak mau!
Jika anak-anak kecil yang mereka bawa adalah anaknya sendiri , saya rasa sebagai seorang ibu tidak akan tega membiarkan seorang anak yang masih usia bulanan dibiarkan kena panas matahari dan juga debu yang berterbangan , dan masih tidak habis pikir juga ada seorang ibu yang tega membiarkan anaknya disewa oleh peminta-minta untuk diajak mengemis, bukankah secara tidak langsung itu sudah mengajarkan mental mengemis juga pada sang anak !
Yang tak kalah mirisnya adalah setiap pagi saya melihat seorang ibu
kira-kira usia 50 tahunan dengan kaki amputee (patah kaki) diturunkan
dari kendaraan umum, didudukan di trotoar depan super market dibekali
dengan mangkuk plastik kosong mungkin sebagai tempat uang, dari pagi
hingga sore hari duduk disitu , pada sore harinya dia akan dijemput
kembali oleh dua orang yang sama. Seringkali timbul pertanyaan siapakah
ibu dan kedua orang yang mengantar jemputnya? apakah mereka adalah orang
tua dan anaknya? Begitu tegakah seorang anak memperlakukan ibunya
seperti itu kalau dia memang anaknya? ataukah ibu itu hanya dimanfaatkan
oleh para pemalas yang tidak bertanggung jawab.
Dari kejadian-kejadian diatas seringkali membuat saya ragu untuk
memberi, bukankah Allah juga menganjurkan agar mencintai fakir miskin?
Tapi bagaimana dengan mereka yang menjadikan mengemis itu sebagai mata
pencaharian karena sifat dasar mereka yang pemalas? atau mereka yang
berpura-pura cacat untuk menarik belas kasihan orang lain.
Dengan meminta-minta secara ekonomi mereka mungkin mengalami kemajuan,
tetapi secara martabat dan harga diri mereka mengalami kemunduran. Bagi
saya pribadi lebih terhormat mereka yang mengais rejeki dari sampah
sebagai pemulung dibandingkan mereka yang meminta-minta, bukankah lebih
baik tangan diatas daripada tangan dibawah?
Lalu bagaimana seharusnya bersikap pada peminta-minta? semuanya
tergantung pada hati nurani dan keikhlasan, apakah peminta-minta itu
cukup pantas untuk diberi atau tidak dan Lillahi Ta’alla semoga Allah
menunjukkan jalan yang lebih baik dan mulia baginya.
Bagi saya pribadi lebih suka memberi ke panti-panti sosial ( panti jompo atau panti asuhan ) yang sudah jelas keberadaannya . Dan pantang bagi saya jika ada orang yang datang kerumah meminta sumbangan dengan mengatasnamakan kelompok penyandang disabilitas karena sebagai orang yang pernah terlibat diorganisasi penyandang disabilitas tidak dibenarkan mencari sumbangan dengan cara dor to dor, keberadaan organisasi penyandang disabilitas sudah diatur oleh pemerintah , sehingga tidak dibenarkan bagi organisasi tersebut meminta sumbangan langsung pada masyarakat.
Hadist-hadist tentang celaan terhadap peminta-minta
Orang yang suka meminta-minta diantara kalian akan menjumpai Allah dalam keadaan wajah tak berdaging ( HR. Bukhari dan Muslim )
Tangan yang diatas lebih baik daripada tangan yang dibawah ( HR. Bukhari dan Muslim )
Orang yang suka meminta kepada orang lain karena ingin banyak harta, sebenarnya ia sedang meminta bara api. Jadi silakan kurangi atau perbanyak dalam meminta (HR. Bukhari dan Muslim )
Orang yang cukup dengan anugerah-Ku dan tidak meimnta-minta kepada manusia, AKU akan mencukupinya dengan surga. ( HR. Abu Dawud )
Hadist-hadist tentang celaan terhadap peminta-minta
Orang yang suka meminta-minta diantara kalian akan menjumpai Allah dalam keadaan wajah tak berdaging ( HR. Bukhari dan Muslim )
Tangan yang diatas lebih baik daripada tangan yang dibawah ( HR. Bukhari dan Muslim )
Orang yang suka meminta kepada orang lain karena ingin banyak harta, sebenarnya ia sedang meminta bara api. Jadi silakan kurangi atau perbanyak dalam meminta (HR. Bukhari dan Muslim )
Orang yang cukup dengan anugerah-Ku dan tidak meimnta-minta kepada manusia, AKU akan mencukupinya dengan surga. ( HR. Abu Dawud )
Meminta-minta sekarang dah jadi profesi mbak, bahkan di kota saya pengemis banyak yang keebeli sawah n motor segala, makanya dilihat dulu aja orangnya, kata hati juga boleh diikuti, mudah2an Allah merahmati niat suci kita dalam memberi ya, aamiin
BalasHapusYa betul mbak Aisha semoga Allah merahmati niat suci sang pemberi, Aamiin.........
BalasHapusmemang dilematis para pengemis ini. anak-anak pengemis dapat uang malah dibelikan rokok. astaghfirullah. nggak dikasih, kasihan katanya belum makan
BalasHapusselalu ada cara yg dipakai oleh "para pemalas" untuk meminta-minta inilah yg seringkali menjadi dilematis bagi pemberi, terima ksh mbak Henny sdh mampir dan berkenan meninggalkan jejak
Hapusterkadang bingung mau memberi atau tidak, kalau diberi sepertinya mengamini perkerjaan buat "para pemalas" tapi kalau tidak pernah menuai protes anak karena dianggap tidak peduli dan tidak suka membantu orang lain....malah jadi kebimbangan buat diri sendiri...
BalasHapusYa bu anak-anak sekarang itu kritis, kalau saya biasanya membiasakan anak untuk memberi secara langsung kepada mereka yg membutuhkan. Misalnya tetang yg kurang mampu atau teman2nya yg kebetulan sdh yatim. Terima ksh bu sudah mampir dan berkenan memberi koment
BalasHapusSejak zaman muda masih kos dulu saya memang tidak suka ngasih apa apa kepada pengemis. Alasan saya dua. Pertama, saya tidak setuju sehingga tidak suka bahwa manusia kok mengemis. Kedua, kalau ada orang mengemis kepada saya, selalu saya merasa terganggu bahkan terteror. Salam Kenal
BalasHapusmemberi atau tidak pada para pengemis itu adlh pilihan masing2 pribadi, salam kenal jg Coro Mas, trims sdh mampir
Hapus