Tidak
ada seorangpun didunia yang menghendaki hidup sebagai seorang disable,
sempurna secara fisik dan mental adalah dambaan setiap orang tua dan juga anak
tentunya. Menjadi disable atau tidak
bukanlah sesuatu yang harus dipertentangkan yang terpenting sekarang adalah bagaimana
membangun mentalitas disable itu sendiri untuk tumbuh menjadi pribadi yang
tetap bisa survive dengan segala keterbatasan fisiknya.
Terlepas
dari itu semua adalah bagaimana membangun pandangan masyarakat bahwa kaum disable
tetaplah manusia sempurna, seseorang yang dari luar terlihat fisiknya tidak
sempurna (disable) bisa jadi sangat sempurna secara pribadi, sehingga dengan adanya pandangan positif seperti ini
akan timbul semangat dari disable itu sendiri untuk hidup lebih baik karena
merasa lebih dimanusiakan.
Lalu
bagaimana sikap pemerintah untuk bisa memenuhi hak-hak kaum dissable itu
sendiri, karena diakui atau tidak kaum disable masih merasa dirinya sebagai
warga negara kelas dua, dimana segala hak nya seringkali terpinggirkan. Hak
untuk mendapatkan pendidikan misalnya pendidikan nasional kita masih belum
memberikan perhatian serius kepada kaum disable.
Lihat
saja berbagai fasilitas pendidikan di sekolah dan perguruan tinggi yang belum banyak memihak
pada kaum disable, belum banyak perguruan tinggi yang mau menerima kaum
disable padahal ini jelas mencederai UUD 1945 yang memberikan amanat kepada Negara
untuk memberikan pendidikan yang layak dan setara bagi semua warga Negara.
Pasal 14 UU Penyandang Cacat menyatakan :
“ Perusahaan negara dan swasta memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama kepada penyandang cacat dengan mempekerjakan penyandang cacat di perusahaannya sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan, pendidikan, dan kemampuannya, yang jumlahnya disesuaikan dengan jumlah karyawan dan/atau kualifikasi perusahaan.”
“ Perusahaan negara dan swasta memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama kepada penyandang cacat dengan mempekerjakan penyandang cacat di perusahaannya sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan, pendidikan, dan kemampuannya, yang jumlahnya disesuaikan dengan jumlah karyawan dan/atau kualifikasi perusahaan.”
Penjelasan pasal 14 UU Penyandang Cacat:
“ Perusahaan harus mempekerjakan sekurang-kurangnya 1 (satu) orang penyandang cacat yang memenuhi persyaratan dan kualifikasi pekerjaan yang bersangkutan, untuk setiap 100 (seratus) orang karyawan.
Perusahaan yang menggunakan teknologi tinggi harus mempekerjakan sekurang-kurangnya 1 (satu) orang penyandang cacat yang memenuhi persyaratan dan kualifikasi pekerjaan yang bersangkutan walaupun jumlah karyawannya kurang dari 100 (seratus) orang.”
“ Perusahaan harus mempekerjakan sekurang-kurangnya 1 (satu) orang penyandang cacat yang memenuhi persyaratan dan kualifikasi pekerjaan yang bersangkutan, untuk setiap 100 (seratus) orang karyawan.
Perusahaan yang menggunakan teknologi tinggi harus mempekerjakan sekurang-kurangnya 1 (satu) orang penyandang cacat yang memenuhi persyaratan dan kualifikasi pekerjaan yang bersangkutan walaupun jumlah karyawannya kurang dari 100 (seratus) orang.”
Pasal 28 UU Ketenagakerjaan menyatakan:
“Pengusaha harus mempekerjakan sekurang-kurangnya 1 (satu) orang penyandang cacat yang memenuhi persyaratan jabatan dan kualifikasi pekerjaan pada perusahaannya untuk setiap 100 (seratus) orang pekerja pada perusahaanya” .
“Pengusaha harus mempekerjakan sekurang-kurangnya 1 (satu) orang penyandang cacat yang memenuhi persyaratan jabatan dan kualifikasi pekerjaan pada perusahaannya untuk setiap 100 (seratus) orang pekerja pada perusahaanya” .
Tetapi pada kenyataannya masih sulit untuk dapat menerapkan aturan tersebut, karena belum ada niat baik dari pihak perusahaan itu
sendiri maupun pemerintah yang masih ragu-ragu untuk memberikan sangsi pada
perusahaan yang tidak mematuhinya.
PBB melalui buku yang
berjudul “Monitoring The Convention on The Rights of Persons with
Dissabilities, Guidance for Human Rights Monitor-Professional Training Series
No. 17” memperkirakan terdapat 650 juta orang mempunyai kecacatan atau 10% dari
total pupolasi di dunia. Sebagian orang dewasa dan anak-anak disable dapat
berintegrasi dalam kehidupan masyarakat tetapi mayoritas dari kaum disable
tersebut masih mengalami diskriminasi, isolasi, pengucilan dan pelecehan.
Kembali
pada persoalan awal bahwa tidak ada seorangpun yang menghendaki hidup sebagai
seorang disable marilah bersama-sama untuk lebih memanusiakan mereka , karena
sesungguhya dimata Allah semua manusia itu adalah sama, tidak ada yang lebih
rendah atau tinggi maupun lebih sempurna dari yang lainnya. Yang membedakan
manusia hanyalah derajat keimanannya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar