Hari itu tidak seperti subuh-subuh sebelumnya kulihat suasana
dapur masih sepi piring-piring kotor sisa semalam masih belum tersentuh, tidak
ada air panas untuk minum seperti biasanya pakaian-pakaian kotor juga masih
teronggok ditempat cucian. Segera kutengok
si Mak dikamarnya dia masih
terbaring ditempat tidur sambil memegangi perutnya. “sakit Mak ? tanyaku “ ya bu perut saya sakit sekali
seperti ditusuk-tusuk jarum.
Segera kukabari suami tentang keadaan si Mak dan mulai
membangunkan anak-anak. Tanpa sungkan
suami mulai membereskan piring-piring kotor dan mencucinya, sementara
saya membuatkan sarapan untuk anak-anak sebelum mereka berangkat sekolah.
Tanda-tanda kehidupan sudah mulai terasa dirumah kami.
Si Mak asisten rumah
tangga kami sudah 16 tahun menjadi bagian dari keluarga dan sekarang dia
terbaring sakit dokter mendiagnosanya menderita mioma. Mulailah kami menyusun
strategi bagaimana mengurus rumah yang selama ini lebih banyak dikerjakan oleh
si Mak sambil tetap bisa merawat si Mak dengan baik.
Tidak mungkin kami mengembalikan pada keluarganya dalam
keadaan sakit padahal dia telah banyak berjasa untuk keluarga ikut merawat
anak-anak ketika mereka masih bayi. Dulu saya seringkali merasa iri melihat
kedekatan anak-anak dengan si Mak, adakalanya saya menangis karena cemburu tapi
suami selalu menghibur dengan mengatakan “ tidak usah khawatir ma nanti kalau
anak-anak sudah besar mereka akan mengerti dengan sendiri siapa ibu
kandungnya “ dan itu terbukti. Sekarang tidak pernah lagi saya berebut perhatian
anak-anak dengan si Mak karena kami punya cara yang berbeda dalam memberikan
kasih sayang pada anak-anak.
Strategi yang kami buat adalah bagaimana masing-masing
anggota keluarga bertanggung jawab minimal untuk dirinya sendiri, misalnya
anak-anak membiasakan untuk mencuci sendiri piring bekas makannya demikian pula
mereka secara rutin merapihkan kamarnya masing-masing. Suamipun disela-sela
kesibukannya mencari nafkah untuk keluarga masih mau berbagi tugas sehingga
saya tidak terlalu kerepotan dengan semua urusan rumah tangga sambil tetap
bisa merawat si Mak.
Adakalanya suami juga
memasakkan untuk kami semua dan untuk menyiapkan semua masakan itu tidak segan-segan pula dia berbelanja di
pasar tradisional menurutnya itu menjadi kegiatan yang sangat menarik apalagi
kalau sudah mulai adu tawar dengan penjual hal yang tidak mungkin bisa
dilakukan di pasar swalayan. Ayam bakar
menjadi makanan kesukaan anak-anak dan menurut mereka ayam bakar buatan bapaknya
sebagai ayam bakar terenak didunia, sehingga tak segan-segan si bungsu memuji
bapaknya dengan mengatakan “ papaku hebat bisa membantu mama selama emak sakit
juga bisa membuatkan aku ayam bakar yang paling enak sedunia “ raut kebanggaan
terpancar dari wajahnya ketika mengucapkan
kalimat tersebut.
Pernah saya mendengar keluhan seorang teman yang terpaksa
berhenti bekerja karena kesulitan mendapatkan asisten rumah tangga. Menurutnya jadi ibu rumah tangga total tidak
enak sudah bekerja hampir 24 jam tapi tidak ada duitnya saya tersenyum
mendengarnya. Hidup adalah suatu pilihan dan saya memilih untuk menjadi ibu
rumah tangga total dan tidak pernah
menyesali dengan keputusan itu.
Selalu ada hikmah dari setiap peristiwa dan kejadian sakitnya
si mak telah membuat kami menjadi semakin kompak , ternyata nikmat bisa berbagi dengan semua anggota keluarga
untuk saling membantu dalam kerepotan
dan kesulitan.
Kutitipkan sebuah kutipan kata-kata hikmah disini sebagai
renungan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar