Peristiwa itu terjadi kira-kira tujuh puluh hari yang lalu, aku membungkus rasa rindu dengan memperbanyak istighfar dan mengunjungi tempat peristirahatannya yang terakhir.
Senja mulai turun, satu persatu jendela rumah kututup. Jendela dari bangunan rumah tua dengan daun jendela terbuat dari kayu yang terbuka lebar. Dibagian dalam terdapat dua daun jendela dari kaca dengan bingkai kayu disekelilingnya. Sebagian orang yang melihatnya memintaku untuk mempertahankan bentuknya. " Antik " demikian alasan mereka. Bentuk jendela yang jarang dimiliki untuk bangunan rumah dijaman sekarang ini. " Tini, tolong tutupkan jendela kamar ibu " demikian ucap beliau jika mengalami kesulitan saat menutup jendela kamarnya. Hari ini untuk kesekian kalinya setelah beliau tiada aku masih melakukan hal yang sama. Melangkah masuk kedalam kamarnya yang masih sama seperti sebelumnya. Masih memiliki aroma yang sama, masih terlihat rapih, masih belum banyak perubahan. Yang membedakan hanyalah kini sudah tidak ada lagi penghuninya. Kamar itu masih dibiarkan kosong, dan aku masih harus menahan gejolak rindu setiap kali kulangkahkan kaki kesana.
Matahari masih sedikit menyembulkan sinarnya saat aku mulai berdiri didepan jendela dengan daun jendela yang terbuka lebar. Kuhirup udara sore dari luar, kupejamkan mata. Aroma harum tubuh ibu masih bisa kuingat jelas. Aroma parfum flora itulah kesukaannya. Kutatap pohon jambu batu milik tetangga yang tengah berbuah lebat dari balik jendela kamar ibu. Pohon jambu yang dulu sering membuat masalah karena daunnya yang berguguran seringkali jatuh tepat diatas genting kamar ibu dan menghambat saluran air. Menyebabkan kebocoran didalam kamar. Berulang kali ibu meminta pada pemilik rumah untuk memangkas pohonnya sedikit tapi tidak pernah digubris. Alhasil jadilah kami siap-siap menerima kebocoran jika hujan lebat dan air tidak lancar mengalir.Kulihat seseorang berada diatas pohon tengah memanen buahnya.
Seusai menutup jendela aku menghempaskan tubuh diatas pembaringannya. Kuedarkan pandangan menyapu seluruh ruangan kamar tidur dengan ukuran yang tidak terlalu besar. Kuamati satu persatu yang ada didalamnya. Satu buah foto wisuda adikku masih tergantung ditempatnya. Begitu pula satu buah foto ibu saat masih muda bersama adik dan sepupunya juga masih berada ditempatnya. Dan satu buah foto kedua orang tuaku saat mereka masih muda juga masih berada pada posisi yang sama. Kubuka dua lemari pakaian ibu " kosong" hanya tertinggal beberapa mukena yang sengaja tidak kami berikan sebagai kenang-kenangan dari beliau. Dua lemari pakaian itu dulu penuh dan selalu terkunci. Tanpa kami ketahui beliau sudah terlebih dahulu memberikan sebagian pakaiannya pada yang lain sebelum kematiaannya tiba. Berbagi dan bersodaqoh dua pelajaran yang kami petik dari kebiasaannya sepanjang hidup.
Aku tak sanggup untuk lebih lama lagi berada didalam kamar itu. Dadaku terasa sesak menahan gejolak dan luluhan bulir-bulir halus dikelopak mata. Kulangkahkan kaki keluar kamarnya. Saat hendak menutup pintu kupandangi foto-foto yang terbingkai rapih tepat didepan kamarnya. Itulah deretan foto cucu dan buyut-buyut sebagai obat rindu untuknya. Pada saat bersamaan terdengar kumandang azan dari mesjid yang berada tidak jauh dari rumah kami. Setelah waktu maghrib seperti inilah tidak pernah terlewatkan kudengar alunan suara ibu mengaji. Kini aku hanya bisa mendengar suara itu lewat ingatan yang terus kupupuk.
" Setelah teman-teman 'Ne ( begitu panggilanku pada ibu ) satu persatu dipanggil pulang oleh Allah SWT, kapan giliran 'Ne " demikian kalimat yang sering diucapkannya manakala satu persatu teman-temannya berpulang untuk selama-lamanya. Kerinduannya untuk bertemu dengan sang Pencipta rupanya sudah tidak bisa dibendung. Walaupun perpisahan itu pasti terjadi namun nyatanya aku masih terkejut.
Sekali lagi kubungkus rinduku dengan istighfar dan kuantarkan sejumput doa untuk kedua orang tuaku di surga, Aamiin.....
Dok. pribadi |
Kala rindu dgn ibu telah datang, susah menampungnya.. Hanya doa yg bisa kita kirimkan ya, mak...
BalasHapusbetul mak Eka, terima kasih sdh mampir
Hapus