Loading

Rabu, 24 Desember 2014

Lelaki Yang Dikirim Tuhan Untukku



Kanker masih menjadi penyakit yang menakutkan bagi sebagian orang. Semua orang tahu penyakit kanker menjadi salah satu faktor penyebab kematian terbesar. Aku begitu terpukul saat mengetahui Ayah terkena kanker prostat stadium lanjut. Hanya sedikit dari mereka yang bisa lolos dari kematian karena penyakit kanker. Bayang-bayang kehilangan Ayah mulai menghantuiku. Siapa nanti yang akan menjagaku bila Ayah tiada ? Siapa nanti yang akan selalu memberi semangat jika Ayah tiada ? Siapa yang akan melindungiku setelah Ayah tiada ? Aku betul-betul merasakan dunia seakan-akan runtuh dan jalan terasa gelap gulita di hadapanku.

Ayah adalah sosok terpenting dalam hidupku. Hubungan kami begitu dekat satu sama lain. Hingga usia remaja, aku masih sering tertidur di pangkuannya. Kami punya kesukaan yang sama, yaitu menonton bola di televisi. Sering kali kami menonton bola bersama hingga dini hari sambil makan mi rebus semangkuk berdua. " Jangan lupa, nanti bangunkan Ayah jika acara bolanya sudah dimulai !". Demikian pesannya setiap kali ada pertandingan bola di televisi dari kesebelasan favorit kami berdua, yang biasanya ditayangkan lewat dini hari.

Ketika masa mudanya dulu, Ayah adalah kapten salah satu kesebelasan bola di kotaku. Tidak mengherankan Ayah sangat menyukai bola. Ayah juga tetap menjaga kesehatan fisiknya dengan rajin berolah raga diusia tuanya. Ia benar-benar disiplin menjaga kesehatan, sehingga aku begitu terkejut mengetahuinya terkena kanker prostat. Bagaimana bisa Ayah terkena kanker ? Tapi rupanya sampai sekarang dunia kedokteran masih belum mengetahui secara pasti penyebab kanker prostat sesungguhnya.

Ketika Ayah sakit, tinggal aku satu-satunya yang belum menikah. Semua saudaraku sudah berkeluarga dan memiliki keturunan, sementara aku masih sendiri. Sebagai seorang disabel , tidak mudah bagiku mencari pendamping hidup yang sesuai dengan keinginanku, yaitu tidak sama-sama disabel. Alasanku sederhana saja, " Sendiri pun sudah repot apalagi berdua ! " Aku ingin ada orang yang bisa melengkapi kekurangan fisikku dengan mendapatkan pendamping hidup yang sempurna secara fisik.

Pesimis ! Tentu saja sempat terbersit di benakku, apakah aku bisa mendapatkan pendamping hidup yang sesuai dengan keinginanku, dengan kondisi fisik tidak sempurna ? Apa ada laki-laki yang mau menerimaku sebagai pendamping hidup dan menjadi ibu bagi keturunannya kelak ? Apa ada orang tua yang rela dan mau menerima seorang disabel sebagai menantunya ?

Sejak virus polio merusak saraf-saraf ototku dan merubah seluruh garis hidupku menjadi disable, aku tersadar aku memang berbeda dengan yang lain. Kepercayaan diriku jatuh ke titik terendah. Kala itu aku tumbuh sebagai gadis kecil yang kurang percaya diri, sering menyendiri dan menutup diri. Namun, orangtua dan seluruh keluarga tidak membiarkanku hanyut dalam keputusasaan, tidak membiarkanku menangisi ketidaksempurnaan, tidak membiarkanku terus hanyut dalam kemarahan dan menyesali takdir.

Aku tidak pernah diperlakukan secara istimewa, baik dalam pola pengasuhan maupun dalam memperoleh pendidikan. Ayahlah orang yang sering memberi semangat padaku. " Nak, tidak ada yang berbeda dari dirimu.  Kamu adalah anak Ayah yang paling hebat dan kuat. Kamu pasti bisa melebihi saudara-saudaramu yang lain, karena kamu itu istimewa buat Ayah ". Kalimat Ayah yang diucapkan bagai air yang menyirami tumbuhan untuk terus membuatku tumbuh dengan penuh kepercayaan diri.

Saat aku sukses menyelesaikan pendidikan hingga meraih gelar sarjana, aku masih kesulitan mendapatkan jodoh. Adakalanya timbul perasaan iri melihat saudara-saudaraku begitu mudahnya mendapatkan apa yang diinginkan, memperoleh pekerjaan, dan kemudian menemukan jodohnya. Sementara aku masih saja kesulitan menggapai harapanku. Berkarier sesuai dengan ilmu yang kuperoleh dan menemukan jodoh adalah kendala utama.

" Teh, bolehkah saya menikah terlebih dahulu ? " adikku memohon izin melangkahiku. Perasaan bahagia melihat adik akan memasuki kehidupan baru bercampur dengan rasa nelangsa yang tiba-tiba menyelusup dalam relung batinku. Kapan saat itu datang padaku ? "

Ayah terus menjalani hari-harinya dengan berbagai pengobatan medis, dan aku terus berdoa memohon ada keajaiban untuk kesembuhan dan juga hadirnya jodoh untukku. Sambil merawat Ayah yang terus berupaya memperoleh kesembuhannya, aku masih punya harapan. Suatu saat aku akan dipertemukan dengan jodohku. Namun, harapan itu terasa semakin jauh saat usiaku terus merangkak, dan kondisi Ayah terus menurun. Namun, doa tidak pernah putus kupanjatkan untuk kesembuhan dan juga hadirnya seseorang yang bisa menjadi pengganti ayahku kelak jika tiba waktunya Yang Maha Pencipta memanggilnya pulang ke tempat peristirahatannya yang terakhir.

Doa yang tidak pernah putus kupanjatkan. Akhirnya tiba juga pada sebuah jawaban. Aku bertemu dengan seorang laki-laki di kota Solo, ketika selesai mengikuti acara musyawarah nasional organisasi penyandang disabilitas yang selama ini kuikuti. Setelah mengikuti acara, tibalah waktunya bagi kami untuk pulang ke kampung halaman masing-masing. Sambil menunggu bus yang akan menjemput, kami manfaatkan waktu untuk melihat-lihat kota Solo dengan becak. Sengaja kami memilih kendaraan tersebut agar bisa lebih santai dan nyaman.

" Boleh tidak berkenalan ? "
Tiba-tiba seorang laki-laki telah berdiri dihadapanku sambil mengulurkan tangannya, saat kami tiba kembali di tempat menginap. Aku tidak tahu darimana datangnya laki-laki tersebut. Sebelumnya tidak pernah kulihat dirinya, baik sebagai peserta maupun pengamat munas.

Seminggu setelah perkenalan, tiba-tiba dia sudah berada di depan pintu rumahku. Tentu saja aku kaget. Lebih kaget, dia juga minta diperkenalkan dengan Ayah saat itu juga. Dengan kening berkerut kukatakan pada Ayah.
" Yah, ada yang mau bertemu dan berkenalan dengan Ayah "
" Siapa ? "
" Teman yang baru kukenal di Solo seminggu yang lalu " jawabku
Aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Saat itu Ayah hanya mengatakan semua jawaban ada di tanganku, akulah yang menjawabnya. Belakangan baru kuketahui, dia langsung "meminta" diriku pada Ayah.

Allah selalu punya rencana jauh lebih sempurna daripada yang kita inginkan. Satu tahun sebelum Ayah berpulang ke rahmatullah, aku dipertemukan dengan seorang laki-laki yang kini menjadi suamiku. Tujuh bulan setelah pertemuan, kami menikah saat kondisi Ayah sudah betul-betul parah dan kanker telah menyebar kesebagian besar tubuhnya, merusak organ tubuhnya. Keinginan agar Ayah menjadi wali nikahku akhirnya kesampaian.

Dua hari menjelang pernikahanku, Ayah pulang dari rumah sakit setelah menjalani kemoterapi untuk kesekian kali. Air mata haru menetes di pipiku setelah ijab kabul selesai. Inilah jawaban dari doa-doa yang tidak pernah putus kupanjatkan selama ini. Allah menghadirkan seorang laki-laki yang memiliki fisik normal, tidak kurang sesuatu apa pun tapi dengan tulus ikhlas menerima dan mencintai diriku apa adanya. Menerima kekurangan fisikku sebagai jalannya menuju surga, demikianlah alasan suami ketika putra sulung kami bertanya pada ayahnya.
" Mengapa Bapak mau nikah sama Ibu ? Ibu kan pakai tongkat ? "
" Karena Bapak mau mendapatkan surga " demikian jawabnya.
Jawaban yang telah membuatku yakin, inilah laki-laki yang dikirim Allah untuk menjadi pengganti Ayah jika dia tiada. 

Jika sampai waktunya Allah memanggil Ayah kembali, aku sudah siap dan ikhlas melepas kepergiannya. Aku sudah tidak tahan melihat penderitaan panjangnya selama masa pengobatan.  Bersamaku kini telah Allah kirimkan seorang laki-laki yang siap menjadi pengganti Ayah, menjaga dan melindungiku.
Empat bulan setelah pernikahan kami, Ayah akhirnya berpulang untuk selam-lamanya, tepat setelah shalat Isya,  diiringi doa yang datang dari getaran hati kami, putra-putrinya. Innalillahi wa inna illlaihi rojiun, Ayah.

Maret 1995, pertama kali aku bertemu dengan suami, dan Maret 1996 Ayah berpulang ke tempat peristirahatannya yang terakhir meninggalkan kami semua. Terima kasih, Allah. Kau telah memberiku kesempatan untuk bisa menikah dan menjadikan Ayah sebagai walinya. Terima kasih Allah telah menjawab semua doaku dan memberikan yang terbaik sebagai pengganti Ayah. Terima kasih Allah telah memberiku seorang Ayah yang begitu hebat dan menggantinya dengan laki-laki yang tidak kalah hebatnya. Ampuni dosa Ayah dan lindungi kami dari gelombang pasang kehidupan. 

Tahun ini perkawinan kami memasuki usia 19 tahun. Pahit manisnya perkawinan telah kami lewati bersama, dua anak juga telah hadir mewarnai kehidupan perkawinan kami. Aku bisa bernapas lega sekarang, ternyata Ayah begitu sayang padaku sebelum Ayah dipanggil ke rahmatullah,  Allah telah menyiapkan seorang laki-laki luar biasa untuk menggantikan posisi Ayahku. Seorang laki-laki yang begitu tulus, ikhlas, dan sabar telah Allah hadirkan sebagai pendamping hidupku dan ayah bagi anak-anakku. Inikah jawaban dari semua doaku dan juga mungkin doa Ayah untukku sebelum pulang ke pangkuan-Nya.

                                                                  *******


Kisah diatas terdapat dalam buku Storycake for Your Life - Berpikir Positif, bersama Umma Azura, dkk. Dan Ibu Ibu Doyan Nulis (IIDN) diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama. Masih banyak kisah-kisah inspiratif lainnya disini.

Cover buku







Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...