Sampai kini rasa perih
itu masih belum hilang. Ibu baru dua bulan yang lalu meninggalkan kami
sekeluarga untuk selama-lamanya secara tiba-tiba. Saya katakan tiba-tiba karena saat kepergiannya ke
rumah sakit ibu masih bisa berjalan sendiri, masih memiliki kesadaran penuh,
ibu juga tidak mau menggunakan kursi roda saat tiba di rumah sakit, Ibu masih
bisa bercanda. Tapi hasil cek labnya semua buruk, irama jantungnya juga sudah
datar. Hasil pemeriksaan ini yang membuat dokter dan perawat saling
berpandangan seraya mengatakan “ fisik ibu luar biasa hebat, ibu kuat sekali. Kebanyakan
orang dengan hasil lab dan detak jantung seperti ini sudah lewat sebelum tiba
di rumah sakit”. Dengan hasil pemeriksaan awal seperti itu dokter akhirnya
memutuskan untuk memasukkan ibu ke ruang ICU.
Walaupun ibu sudah sering keluar masuk rumah sakit
karena fungsi jantungnya yang sudah mulai melemah disebabkan faktor usia, tapi
ibu selalu pulang kembali ke rumah dengan keadaan segar bugar. Namun hari itu tidak ada yang menyangka jika itu
adalah terakhir kalinya ibu di rumah sakit. Hanya semalam di ICU ibu berpulang keharibaanNYA
untuk selama-lamanya. Innalillahi Wainna Illaihi Rojiun.......... Saya menangis
sejadi-jadinya karena pada saat ibu berpulang ke Rahmatullah tidak berada
disampingnya. Padahal sepanjang hidup saya tidak pernah berjauhan dengan ibu. Saya
satu-satunya yang tidak diperkenankan untuk pergi dari rumah setelah menikah. “
Anak-anak ibu yang lain boleh dibawa pergi oleh suaminya, tetapi kamu harus
tetap dengan ibu disini “ demikian ucapnya setelah saya menikah, akhirnya suami yang mengalah.
Hubungan anak dengan
orang tua terkadang ada turun naiknya, demikian pula hubungan saya dengan ibu. “
Sudahlah turuti apa kemauan ibu daripada ribut terus dengan ibu gara-gara makan
“ demikian ucap kakak. Ketika saya mengatakan jika ibu sudah tidak mau diatur
lagi soal makanannya. Padahal sejak jantungnya bermasalah dokter memintanya
untuk menjaga makanan dan melakukan diet. Ibu hanya menuruti beberapa hari saja
setelah itu ibu selalu menolak dengan alasan “ berapa lama lagi sih umur ibu,
biarkan ibu makan apa saja ibu mau makan
enak “.
Saya teringat beberapa
bulan sebelum kepergiannya ibu selalu minta ditemani. Keadaan ini sedikit
merepotkan karena saya tidak mungkin terus menerus menemaninya. Bagaimana
dengan anak-anak dan suami yang juga harus diperhatikan kebutuhannya, apalagi
kami juga tidak memiliki asisten rumah tangga. Untuk menyiasatinya saya bersama
kakak-kakak membuat jadwal piket harian secara bergilir menemani ibu. Disaat
terakhir hidupnya ibu lebih banyak bercerita terutama kisah hidupnya dimasa lalu. Mungkin karena itulah ibu selalu ingin ditemani.
Sampai suatu ketika entah mengapa setiap kali saya pergi
keluar rumah, pulangnya ibu pasti marah. Padahal kalaupun keluar rumah selalu
bersama suami atau anak dan selalu ada yang menemani ibu dirumah. Itupun
tidak pernah lama dan selalu pamit padanya. Biasanya saya selalu diam tiap kali
ibu marah atau mengomel, tapi hari itu entah mengapa saya membantahnya dengan
mengatakan “ mengapa ibu selalu memarahi saya setiap kali keluar rumah
sedangkan terhadap kakak yang lain ibu biasa-biasa saja“. Ibu terlihat kaget saat itu, beliau tidak menyangka saya
akan bersikap demikian.
Setelah kejadian itu
ibu langsung pindah ke rumah kakak yang kebetulan jaraknya tidak jauh dengan
tempat tinggal kami. Ibu pergi dengan hati yang terluka dan saya juga saat itu merasa
tidak bersalah terhadap ibu.
Dua hari setelah
peristiwa tersebut ibu tiba-tiba mendatangi saya yang tengah membereskan
pakaian didalam lemari. Sambil menangis beliau meminta maaf kemudian satu
ciuman mendarat dipipi saya. Kami akhirnya berpelukan dengan berurai air mata. “
Bukan maksud ibu untuk menjauh dari Tini, untuk sementara ibu tinggal di rumah
kakakmu. Biar mereka juga ikut merasakan mengurus ibu “ demikian kata ibu saat mengatakan untuk
sementara tinggal di rumah kakak. Namun karena jarak rumah yang berdekatan ibu
masih tetap bolak balik ke rumah.
Sampai suatu hari ibu
mengeluhkan dadanya sakit dan minta diantar ke rumah sakit. “ Pokoknya ibu
minta diantar kerumah sakit sekarang juga, dada ibu sakit “ keluhnya. Segera
kami bawa ibu ke UGD rumah sakit yang menjadi langganannya. Meskipun ibu
mengeluh dadanya sakit tapi seperti yang saya ceritakan diatas ibu masih bisa
berjalan sendiri dengan kesadaran penuh. Dokter sudah berusaha menyelamatkan
ibu tetapi rupanya Allah berkehendak lain hanya semalam di ICU tanggal 14
September 2014 , hari minggu pukul 15.47 ibu menghembuskan nafasnya yang
terakhir dalam usia 86 tahun.
Yang menjadi penyesalan
saya, pada saat ibu menghembuskan nafas terakhirnya saya tidak berada
disampingnya padahal selama hidupnya ibu tidak pernah jauh dari saya. Ditambah
lagi satu peristiwa sebelumnya yang membuat ibu pindah dari rumah. “ Kejadian
itu semuanya sudah diatur oleh Allah, Mama telah dipersiapkan terlebih dahulu untuk
jauh dari ibu sebelum ibu benar-benar pergi untuk selama-lamanya “ demikian
kata suami setiap kali saya menyesali dan menyalahkan diri sendiri mengapa
harus ribut terlebih dahulu yang membuat ibu pergi dari rumah.
Tahun ini untuk pertama kalinya saya merayakan hari ibu tanpa ibu disisiku. Tidak ada lagi pelukan dan ciuman semuanya pasti berbeda. Namun sejumput do'a tidak pernah kulepaskan untuk menghantarkan kepergiannya ke surga dan bertemu kembali dengan Ayahanda yang telah lebih dahulu meninggalkan kami untuk selama-lamanya.
Saya dan Ibu |
" Semua artikel dalam kontes unggulan Hati Ibu Seluas Samudra atas inisiatif sang inisiator kuis, Pakde Guslik Galaxi telah diterbitkan dalam sebuah buku dengan judul yang sama. Buku yang berisi tentang kisah nyata para ibu ditulis oleh para blogger sendiri telah diterbitkan oleh penerbit Sixmidad. Buku dengan ketebalan 625 halaman berisi 125 kisah tentang ibu sebuah persembahan istimewa dalam memperingati hari ibu sudah bisa dipesan melalui penerbitnya atau melalui para kontributornya "
Terima kasih atas partisipasi sahabat dalam Kontes Unggulan : Hati Ibu Seluas Samudera
BalasHapusSegera didaftar
Salam hangat dari Surabaya
turut berduka cita mbak, :)
BalasHapussaalam kenal, dan semoga menang kontes unggulannya ya mbak, :)
Salam kenal kembali, terima kasih sdh mampir
HapusSaya turut berduka cita, Mbak Tini.. Semoga ibunda ditempatkan di tempat terbaik di sisi Allah.. Iya, dilihat dari sisi positifnya aja, Mbak.. jangan menyalahkan diri sendiri.. mungkin memang benar yang dikatakan suami Mbak Tini..
BalasHapusbtw, sukses untuk GA nya ya Mbak :)
Aamiin........terima kasih mak Diah
HapusTurut berduka cita...
BalasHapusterima kasih mas
Hapuskereen subhanalloh, insyaallah juara
BalasHapusAamiin.....nuhun kang
HapusMbak..airmataku berlinangan lho..mbacax.. (y)
BalasHapusterima kasih mba Fitri sampai sekarangpun saya masih kerap meneteskan air mata bila mengingat sosok ibu
Hapus
BalasHapusSahabat tercinta,
Saya mengucapkan terima kasih kepada para sahabat yang telah mengikuti Kontes Unggulan Hati Ibu Seluas Samudera di BlogCamp. Setelah membaca artikel peserta saya bermaksud menerbitkan seluruh artikel peserta menjadi buku.
Untuk melengkapi naskah buku tersebut saya mohon bantuan sahabat untuk mengirimkan profil Anda dalam bentuk narasi satu paragraf saja. Profil dapat dikirim melalui inbox di Facebook saya tau via email.
Terima kasih.
Done pakde
Hapus