Loading

Senin, 22 Desember 2014

Isyarat Rindu Mak Iah, Sang Ibu Asuh


Dalam rangka memperingati hari ibu yang jatuh pada tanggal 22 Desember 2014, keluarga besar Kumpulan Emak Blogger (KEB) mengajak para Emak anggota KEB untuk menceritakan sosok ibu diluar ibu kandung yang dekat dengan kehidupan para Emak. Sosok ibu diluar ibu kandung yang dekat dengan kehidupan saya adalah Mak Iah. Beliau pengasuh saya ketika kecil yang sudah  seperti ibu kedua selain ibu kandung tentunya. Kini Mak Iah sudah tidak ada lagi dalam kehidupan saya. Setahun yang lalu Sang Pencipta telah memanggilnya pulang kembali dalam usia 89 tahun. Namun sosok Mak Iah tidak akan pernah hilang dan selalu menjadi bagian sejarah penting dalam kehidupan saya.

Sebagai anak kesebelas dari tiga belas bersaudara ( 11 perempuan dan 2 laki-laki ), usia dua tahun saya sudah bisa berjalan. Tetapi virus polio merubah seluruh garis hidup saya menjadi seorang difabel. Kedua kaki mulai dari pinggul kebawah lumpuh dampak dari virus  tersebut.  Selama masa pengobatan panjang dan melelahkan Mak Iah hadir dalam kehidupan keluarga besar kami. Meskipun usia saya masih sangat kecil, samar-samar sudah bisa mengingat bagaimana dulu Mak Iah yang selalu menggendong kesana kemari untuk menjalani proses pengobatan. Mak Iah juga yang banyak menemani kehidupan sehari-hari saya. Sebagai seorang wirausahawan Ayah sibuk dengan pekerjaannya demikian juga ibu lebih banyak berada di toko kelontongnya. Praktis Mak Iah yang lebih banyak menemani saya di rumah. Hubungan kami sudah seperti ibu dan anak, bukan lagi terbatas pada hubungan antara pengasuh dan anak asuhnya.

Mak Iah dan keluarganya tinggal tidak jauh dari tempat tinggal saya. Hampir setiap hari saya lebih banyak bermain bersama anak-anak Mak Iah di rumahnya. Mak Iah memiliki empat orang anak, bersuamikan seorang pegawai kecil di PINDAD. Diluar jam kerjanya, Bapak ( demikian saya memanggil suami Mak Iah) membuat petasan yang selalu disimpannya di kolong tempat tidur untuk setiap petasan yang sudah selesai dibuat. Saya juga bisa merasakan kasih sayang Bapak dan anak-anak Mak Iah. Terkadang karena suatu kesalahan saya dan kemudian dimarahi orang tua, saya akan berlindung di pelukan Mak Iah. 

Setelah Bapak meninggal dunia dan anak-anaknya bisa berdiri sendiri, Mak Iah memutuskan untuk tidak ikut bersama-sama dengan kami lagi. Mak Iah dan keluarganya pindah rumah agak jauh dari tempat tinggal kami. Walaupun rumah saya dan Mak Iah berjauhan, namun secara rutin paling tidak seminggu sekali Mak Iah masih sering datang menjenguk saya. Demikian pula jika saya rindu padanya maka  akan datang menemuinya. Hingga saya menikah dan memiliki anak Mak Iah masih sering menjenguk. Saya memperkenalkan Mak Iah pada anak-anak sebagai nenek kedua.

Sampai suatu ketika dalam setiap kegiatan sehari-hari saya selalu mendengar suara orang menangis.
 " Suara tangisan seorang perempuan begitu jelas terdengar. Semakin hari suara tangisan yang terdengar semakin keras. Kucari-cari siapa yang sedang menangis dengan mengikuti arah datangnya suara. Tetapi tidak tampak seorangpun yang sedang menangis. Hampir setiap hari suara tangisan itu selalu menggema mengisi seluruh ruangan namun tidak terlihat seorangpun disana, hanya ada saya seorang. Lalu siapakah yang  sedang menangis ? mengapa suara tangisannya begitu jelas terdengar dan semakin hari semakin kencang ? "

Kuceritakan semua yang saya dengar pada suami, tentang suara tangisan  yang terasa begitu dekat sekali di telinga. " Mungkin Mak Iah sedang rindu pada Mama, nanti kita tengok bukankah sudah lama pula kita tidak menengoknya ? Dia memberi isyarat melalui suara tangisan yang mama dengar padahal tidak ada satupun disekitar mama yang sedang menangis !" ujar suami. Karena kesibukan saya dan faktor usia Mak Iah. Membuatnya sudah tidak mampu bepergian seorang diri. Inilah yang membuat rentang pertemuan saya dan Mak menjadi berkurang.


Keesokan harinya ditemani suami, saya mendatangi rumah Mak Iah. Seperti dugaannya  Mak Iah memang  sudah sangat merindukan kedatangan kami. Begitu dilihatnya saya telah berada di depannya Mak Iah langsung memeluk dalam tangisan penuh haru, pelukannya begitu hangat dan lama seolah tidak ingin melepaskannya lagi. " Hatur nuhun Gusti tos ngabulken kana pamenta abdi, nu di penta beurang peuting ayeuna tos nyampak dipayunen " ( terima kasih Allah sudah mengabulkan permintaan saya, permohonan  siang malam telah Engkau kabulkan ). Ucap Mak Iah yang membuat saya meneteskan air mata, begitu dalam rasa rindu yang dia pendam untuk saya. Ternyata benar suara tangisan yang selama ini sering saya dengar adalah sebuah isyarat rindu dari Mak Iah.  " Maafkan saya Mak, telah membuat Mak harus menunggu begitu lama untuk bisa memeluk saya ".

Kini Mak Iah telah beristirahat dengan tenang untuk selama-lamanya. Beliau memang bukan ibu yang mengandung dan melahirkan saya tapi kasih sayang dan perhatiannya untuk saya begitu besar dan dalam layaknya ibu kandung.  Cinta dan sayangnya  tidak bisa hilang dan terlupakan begitu saja oleh saya. Beliau akan tetap menjadi ibu untuk saya disamping ibu kandung yang telah mengandung dan melahirkan saya. Beristirahatlah dengan tenang Mak, bait-bait do'a Insya Allah akan kukirimkan untuk Mak di Surga.

Saya dan Mak Iah






7 komentar:

  1. Subhanallah.. ceritanya mengharukan Mbak.. begitu dekatnya hubungan Mbak Tini dengan mak Iah, hingga isyarat rindu itu bisa tersampaikan..
    btw, wajah mak Iah mirip dengan nenek dari suami saya lho.. tapi nenek masih hidup, alhamdulillah masih sehat di usianya yang sekitar 100 tahun (anak-anaknya gak tahu tanggal lahir pastinya :) )

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama Mak DK usia mak Iah jg hanya perkiraan anak2nya saja

      Hapus
  2. Jadi gerimisss bacanya Maak...:( Keihlasan yang luar biasa, bukan sekedar cari nafkah dari pekerjaannya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. susah ya mak cari yg ikhlas utk masa sekarang

      Hapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...