Gambar diambil disini |
Sudah lama saya tidak berkunjung menemui keluarga ibu Nyai, anak tertua dari Mak Iah. Mungkin sebagian teman-teman yang sering berkunjung ke blog saya sudah mengenal sosok Mak Iah. Beliau adalah ibu pengasuh saya ketika kecil, untuk yang belum mengenal Mak Iah silahkan baca ceritanya disini. Mak Iah sudah berpulang ke Rahmatullah kurang lebih tiga tahun yang lalu. Namun saya masih tetap menjaga hubungan silaturahmi dengan putra-putrinya.
Ketika memiliki kesempatan saya bersama suami mengunjungi bu Nyai. Seperti biasanya ibu Nyai menyambut kedatangan kami dengan sumringah. Setelah cerita sana sini, bu Nyai bercerita bahwa dia baru saja menikahkan putrinya.
" Lho ! bukannya dua orang anak bu Nyai sudah menikah semuanya ? " tanya saya yang sempat menegur kenapa dia tidak mengundang saat mempunyai hajatan.
" Si Ade kan sudah pisah dengan suaminya setahun yang lalu. Kemarin itu memang mendadak acaranya, Ibu juga tidak punya persiapan apa-apa. Hanya syukuran kecil-kecilan saja mengundang tetangga dekat ". "Sekarang Ade sudah dibawa suaminya ke Papua sementara dua anaknya tinggal bersama bu Nyai disini " kata bu Nyai bercerita panjang lebar.
" Memang suaminya kerja dimana bu, kok jauh sekali dibawanya sampai ke Papua ?" saya mulai tergelitik untuk tahu lebih banyak mengenai menantu barunya.
" Nelayan, tapi katanya dia juga punya tanah disana seluas 1 hektar " dengan bangganya bu Nyai menceritakan harta yang dimiliki menantunya. Bisa dimaklumi orang kecil seperti bu Nyai akan merasa bangga mempunyai menantu yang memiliki tanah seluas itu. Bila dibandingkan dengan keluarganya sendiri sepanjang hidupnya harus berpindah-pindah tempat kontrakan.
" Dia asli orang Papua dan Nelayan pekerjaannya, bu ?" tanya saya yang semakin penasaran bagaimana mereka bertemu hingga akhirnya menikah. Meluncur lah cerita bu Nyai yang membuat saya sedikit terkejut, dengan kisah pertemuan anak bu Nyai dan menantunya.
Menurut cerita bu Nyai, si Ade ini dijodohkan oleh temannya yang baru dia kenal seminggu sebelumnya. Teman barunya ini katanya mempunyai seorang teman di Papua, duda beranak dua yang sedang mencari calon istri. Dia penduduk asli Papua pekerjaannya sebagai nelayan dan memiliki tanah garapan seluas satu hektar. Dia ingin mencari istri dari tanah Jawa, saya tidak sempat menanyakan pada bu Nyai mengenai alasan mengapa mencari istri dari tanah Jawa. Saat itu saya mulai merasakan tidak enak, rasanya ada yang janggal. " Bapak kok dengan mudahnya menyerahkan putri bapak kepada orang yang belum pernah dikenalnya sama sekali untuk dijadikan istri ?" protes saya pada suami bu Nyai yang begitu berani menyerahkan putrinya kepada orang lain untuk dipersunting. Sebenarnya apa hak saya melarang seorang bapak menikahkan putrinya sendiri. Cuma saya tidak habis pikir saja dengan keputusan mereka.
" Ade sendiri yang mau dinikahkan, katanya bosan hidup miskin " ujar suami bu Nyai memberi alasan mengapa dia mau menikahkan anaknya dengan orang yang belum pernah ditemuinya. Bisa dimaklumi Ade memiliki alasan seperti itu, menurut cerita bu Nyai penyebab perpisahan Ade dengan suaminya terdahulu juga karena faktor ekonomi.
" Ade sendiri yang mau dinikahkan, katanya bosan hidup miskin " ujar suami bu Nyai memberi alasan mengapa dia mau menikahkan anaknya dengan orang yang belum pernah ditemuinya. Bisa dimaklumi Ade memiliki alasan seperti itu, menurut cerita bu Nyai penyebab perpisahan Ade dengan suaminya terdahulu juga karena faktor ekonomi.
" Tapi si Ade nikahnya benar, bu ? " maksud saya nikah secara resmi ada buku nikahnya, terus keluarga calon suaminya itu datang.
" Iya benar ada pak Lebe (yang menikahkan), dia juga diantar serombongan orang-orang kulit hitam dengan rambut keriting-keriting " cerita bu Nyai sambil tersenyum. Saya masih ragu dengan penjelasan bu Nyai "menikah secara benar". Keraguan saya didasari apakah mereka menikah dengan resmi dan tercatat dalam hukum negara.
Selama perjalanan pulang saya masih memikirkan cerita bu Nyai. Tiba di rumah, kakak saya dan suaminya pensiunan Depsos baru saja datang. Saya menceritakan kembali pada mereka kisah pernikahan anaknya bu Nyai. " Aduh......! semoga saja si Ade tidak menjadi korban trafficking " ujar kakak yang membuat saya bertambah cemas. Menurut cerita kakak, selagi dia masih belum pensiun menemui kasus-kasus seperti ini. Perempuan-perempuan Jawa banyak yang dijadikan wanita penghibur diluar Jawa dengan modus dinikahi terlebih dahulu. Mereka tidak sadar telah menjadi korban trafficking, karena setelah dinikahi akhirnya mereka dijual oleh suaminya sendiri untuk dijadikan wanita penghibur. Lebih miris lagi kasus HIV disana itu tinggi sekali, melihat orang tergeletak begitu saja di jalanan karena mabuk bukan lagi merupakan pemandangan aneh.
Saya terhenyak mendengar penjelasan kakak, berdoa semoga saja si Ade tidak menjadi salah satu korban trafficking. Yang membuat sedikit lega kedua anak perempuan Ade dari suami terdahulu tidak mau diajak ibunya ke Papua, mereka lebih memilih tinggal dengan neneknya. " Lebih baik suruh bapaknya si Ade bawa pulang kembali anaknya ke Jawa, sebelum semuanya terlambat " kakak saya memberi saran. Tapi Jawa - Papua itu jarak yang cukup jauh ongkosnya pasti mahal, darimana bu Nyai dan suaminya memiliki ongkos untuk pergi ke Papua. Kemiskinan seringkali membuat seseorang memiliki cara berpikir pendek dan sempit. Kemiskinan dan kurangnya pendidikan bagai dua sisi mata uang yang membelenggu masyarakat kecil seperti keluarga bu Nyai.
Ngeri juga zaman sekarang, kawin terus dijual...btw mbak blognya cantik gimana bikinnya seh?
BalasHapusYa mak hrs ekstra hati2 ya....googling mak banyak tutorialnya tp utk bkn header aq dibantu mak susan, klo background aq pake colour lover tutorial punya mak shinta ries. Klo lg banyak wkt aq sk ngoprek2 template , wlpn kdg sk tkt blog jd rsk he....
Hapushmmm ngeri ya Mbak, kenal juga barusan, tapi sudah percaya sama janji2 muluk yg belum tentu kebenarannya
BalasHapusYa itu sk gak hbs pikir dg yg begini
Hapusaku jadi ikut khawatir bacanya teh.. moga ade baik2 aja yaa disana... kita disini cuma bisa mendoakan..
BalasHapusAamiin.....terima ksh doanya ya neng
HapusHalo mbak...saya 8 tahun di Papua, memang sepengetahuan saya penduduk asli Papua suka mabuk2an, mereka tergeletak di tepi jalan atau ngoceh sendiri atau bahkan jalan sempoyongan dan mengendarai motor sambil mabuk itu sering saya jumpai. disana juga endemi HIV karena banyak berdiri panti pijat, tempat wanita nakal berkumpul, cuma klo kasus trafficking saya kurang paham mbak. Yang saya tahu banyak sekali wanita penghibur disana yang suka menggoda laki2 yang suka main ke kafe, panti pijat dsb...itulah sebabnya sy selalu ngikut suami kemanapun bertugas...semoga anak bu Nyai dinikahi lelaki baik2...cuma di Papua itu jarang saya temui lelaki pekerja keras, kerjaan mereka ngumpul2 sambil mabok2an sementara yang pergi ke ladang, menjual hasil panen itu rata2 si wanitanya...
BalasHapusYa mak mungkin keluarga Ade tergiur dengan tanah 1 hektar yg "katany" punya suaminya. Ok mba Yuni makasih tambahan infonya
HapusNgeri banget semoga jarang terjadi lagi :(
BalasHapusDownload film free