Loading

Rabu, 17 Desember 2014

Etika Bertetangga

Tetangga adalah orang terdekat kedua setelah keluarga. Tetapi tetangga juga bisa jadi  yang pertama dicari saat dibutuhkan jika keberadaan saudara-saudara jauh dengan kita.  Tetangga bisa juga menjadi yang pertama dihubungi  untuk kita bagi kebahagiaan. Namun apa jadinya jika memiliki tetangga " menyebalkan ". Rasanya  ingin segera pindah atau tetangga itu sendiri pindah menjauh dari kehidupan kita.

" Mama dan Papa pernah bertengkar tidak ? " pertanyaan si sulung  suatu ketika yang membuat saya terkejut. 
" Adakalanya Mama dan Papa juga bertengkar.  Memang kenapa kok tiba-tiba melontarkan pertanyaan seperti itu ? ". Terus terang sedikit terkejut mendengar pertanyaan si sulung yang tidak biasanya.
" Tapi aku tidak pernah melihat Mama dan Papa bertengkar seperti tetangga disebelah kita ". Olala......jadi itu sumber pertanyaannya.
" Karena Mama dan Papa tidak pernah bertengkar didepan anak-anak " .
Kebetulan tetangga disebelah keluarga kami seringkali ribut tanpa memperhatikan situasi dan kondisi. Terkadang siang hari, adakalanya juga malam hari.  Anak-anak seringkali mendengar  dan melihat pertengkaran mereka.
" Kasihan ya Ma, anak-anak mereka " komentar si sulung yang sering melihat anak-anak tetangga ketakutan jika orang tuanya tengah ribut. Tidak terbatas pada keributan, tetangga yang satu ini juga orangnya tidak pernah perduli dengan lingkungan sekitarnya. Dan gayanya itu alamak.........! sebatang rokok tidak pernah lepas terselip di jari si Nyonya.

Lain lagi ceritanya dengan tetangga yang berada jauh dari tempat tinggal saya, namun cukup mengganggu ketenangan saya dan suami. Kami berdua di titipi rumah untuk dikontrak. Tetangga disebelah rumah tersebut kebetulan anggota dewan yang terhormat, tetapi perilakunya sungguh tidak terhormat. Rumahnya ini berada dalam satu komplek perumahan. Dimana satu dinding dengan yang lainnya saling menyatu. Kebetulan disebelah kiri rumah adalah seorang anggota dewan tetapi perilakunya sungguh "menyebalkan". Sewaktu yang bersangkutan merenovasi rumahnya menjadi  tingkat. Dia tidak pernah meminta ijin apalagi berjanji akan memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan akibat pembangunannya pada tetangga sekitar. Akibat dari pembangunan rumahnya, rumah kami yang bersebelahan dengannya mengalami kerusakan yang cukup parah. Tidak ada permintaan maaf dan ganti rugi sama sekali dari sang anggota dewan yang terhormat tersebut. Padahal kerusakannya sangat parah, sehingga kami memutuskan untuk merenovasi rumah total.

Situasi berbalik, giliran rumah kami di renovasi  yang bersangkutan mencak-mencak, padahal sebelumnya kami sudah minta ijin dan jika terjadi kerusakan akibat dari renovasi maka akan diperbaiki kembali. Setelah rumah selesai, kami berniat untuk memperbaiki rumahnya yang sedikit mengalami kerusakan ekses dari renovasi dengan membawa tukang. Dia menolak dengan  alasan, hanya akan diperbaiki oleh tukangnya  sendiri. Ok, perjanjian itu kami sepakati. Di kemudian hari permintaannya berubah, tidak ingin diperbaiki dengan tukangnya sendiri tetapi tukang kami. Itu juga kami sepakati , permintaan itu juga berubah ujung-ujungnya yang bersangkutan meminta ganti rugi dengan sejumlah uang. Masya Allah.....! tidak ingin masalah ini berkepanjangan akhirnya kami sepakati permintaannya. Dengan "terpaksa" Rp. 7.000.000 (tujuh juta rupiah) kami berikan padanya sebagai ganti membeli cat dan membeli semen untuk memperbaiki keretakan sedikit yang jika kami perkirakan kerusakannya tidak lebih dari Rp. 4.000.000 ( empat juta rupiah).

Kita tidak bisa memilih dengan siapa bertetangga. Dimanapun tinggal pasti akan ada orang yang mungkin saja "menyebalkan ". Karena orang-orang seperti itu bisa berada dimana saja. Tempat tinggal saya bukan berada dilingkungan komplek perumahan yang dikenal lebih kekeluargaan. Tetapi tetap ada tetangga yang "menyebalkan" di kawasan perumahan juga tetap ada tetangga yang "menyebalkan".

Untuk menjadi tetangga yang baik, ada baiknya setiap penghuni kampung/perumahan memiliki etika bertetangga yang baik. Agar suasana lingkungan menjadi lebih nyaman, tidak saling menyakiti namun saling menjaga dan menghormati, seperti :
  1. Menghormati tetangga dan berperilaku baik terhadap mereka. 
  2. Pada saat membangun, hendaknya tidak  mengganggu tetangga , tidak membuat mereka tertutup dari sinar matahari atau udara, tidak melampaui batasnya apalagi sampai merusak atau mengubah miliknya, karena hal tersebut dapat menyakiti perasaannya.
  3. Hendaknya memelihara hak-haknya disaat mereka tidak di rumah. Menjaga harta dan kehormatan tetangga dari tangan-tangan  jahil. Mengulurkan  bantuan dan pertolongan, menjaga rahasia aib tetangga.
  4. Tidak melakukan suatu kegaduhan. Seperti suara radio atau televisi,  mengganggu tetangga dengan melempari halamannya dengan kotoran, atau menutup jalan bagi mereka. 
  5. Jangan kikir untuk memberikan nasihat dan saran. Ajak mereka berbuat  makruf dan mencegah yang mungkar. Berlaku bijaksana (hikmah) dengan memberi nasehat baik tanpa bermaksud untuk menjatuhkan.
  6. Saling memberikan makanan dan oleh-oleh kepada tetangga jika ada. 
  7. Turut bersuka cita dalam kebahagiaannya dan berduka cita dalam dukanya. Menjenguknya dikala sakit, tanyakan kabar jika tidak melihatnya. Sekali-kali boleh juga mengundang tetangga ke rumah. 
  8. Tidak mencari-cari kesalahan/kekeliruan tetangga dan jangan pula bahagia bila mereka keliru, bahkan seharusnya  tidak memandang kekeliruan dan kealpaannya.
  9. Bersabar atas perilaku kurang baik tetangga terhadap kita. 

2 komentar:

  1. Dan harus byk stock maklum sepertinya ya mbak :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sekarung maklum masih belum cukup mak Irma, he.........makasih sudah mampir

      Hapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...