Pilkada serentak yang akan dilaksanakan 9 Desember 2015 diseluruh Indonesia menjadi hak setiap warga negara tidak terkecuali kaum disabilitas. Karena hak memilih dan dipilih merupakan hak seluruh warga negara tidak terbatas pada kondisi fisik yang bersangkutan.
Berdasarkan pengalaman beberapa kali Pilkada tentang keluhan/kekurangan yang dirasakan oleh kaum disabilitas KPU (Komisi Pemilihan Umum ) sebagai penyelenggara Pilkada, membuka ruang yang seluas-luasnya untuk mendengarkan keluhan kaum disabilitas.
Jumat, 13 November 2015 KPU Provinsi Jawa Barat bersama-sama dengan organisasi-organisasi disabilitas yang ada di Jawa Barat yaitu, PPDI ( Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia), HWDI ( HImpunan Wanita Disabililitas Indonesia ), ITMI ( Ikatan Tuna Netra Muslim Indonesia ), PERTUNI ( Persatuan Tuna Netra Indonesia, GERKATIN ( Gerakan Tuna Rungu Indonesia, Ikatan Alumni Tuna Netra Indonesia, BILIC (Bandung Independent Living Center). melakukan diskusi mengenai pengalaman-pengalaman kaum disabilitas tentang penyelenggaraan pilkada sebelumnya, Dari sharing ini diharapkan penyelenggaraan pilkada yang akan datang bisa lebih baik, kebutuhan kaum disabilitas terpenuhi dan segala kekurangan dapat diperbaiki.
Mengapa KPU mengundang kaum disabilitas untuk sharing ? “ Karena yang paling tahu kebutuhan kaum disabilitas adalah disabilitas itu sendiri “
Forum diskusi dengan tema : “PENDIDIKAN PEMILIH KELOMPOK DISABILITAS”, sebagai nara sumber yaitu Prof. Dr. Dede Mariana, Guru Besar UNPAD, Dra. Hj. Ariani, Ketua pusat pemilihan akses disabilitas. Dipandu oleh Ketua KPU Provinsi Jawa Barat, diskusi berlangsung seru dan hangat. Dari diskusi ini KPU memperoleh gambaran mengenai kebutuhan yang diperlukan oleh kaum disabilitas untuk pilkada yang lebih baik.
Mengapa kaum disabilitas perlu terlibat dalam pemilu/pilkada ?
“ Karena prinsip demokrasi mengatakan bahwa setiap warga negara mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam pemerintahan “ demikian yang dikatakan oleh Prof. Dr. Dede.
Sedangkan ibu Ariani mengacu pada :
Pasal 28 I ayat 2 amandemen ke 2 UUD 1945 yang berbunyi : “ Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu “.
Pasal 28 H ayat 2 amandemen ke 2 UUD 1945 yang berbunyi : “ Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan “.
SIAPAKAH PENYANDANG DISABILITAS ?
- Seseorang yang memiliki keterbatasan fisik (tubuh), intelektual (kecerdasan), mental (kejiwaan), dan/atau sensorik (panca indra).
- Seseorang yang memiliki hambatan mobilitas dan berinteraksi karena faktor lingkungan dan/atau sikap masyarakat.
- Seseorang yang tidak dapat berpartisipasi penuh dan efektif tanpa lingkungan yang akses, sehingga memerlukan bantuan/pelayanan orang disekitarnya.
RAGAM PEMILIH DISABILITAS
- Pemilih tuna daksa , pemilih dengan cacat tubuh antara lain : pengguna kursi roda , polio kaki/tangan , eks lepra, orang kecil
- Pemilih tuna netra, adalah pemilih yang tidak dapat melihat. Pemilih tuna wicara, adalah pemilih yang tidak dapat berbicara.
- Pemilih tuna rungu, adalah pemilih yang tidak dapat mendengar.
- Pemilih tuna grahita, adalah pemilih yang memiliki keterbatasan kecerdasan. Mereka berusia 40 tahun lebih tetapi kecerdasan dan perilakunya seperti anak 10 tahun.
- Pemilih disabilitas mental adalah pemilih yang mengalami gangguan kejiwaan ( yang tidak meresahkan masyarakat ). Contoh dari pemilih ini adalah : Presiden Amerika Serikat ke-16, Abraham Lincoln adalah penyandang depresi berat. Sir Winston Churchill ( Jenderal Inggris dalam Perang Dunia II ) adalah penyandang bipolar. Penyandang Disabilitas psikososial, gangguan jiwanya dapat ditekan serendah mungkin dengan meminum obat secara teratur, disertai perlakuan keluarga yang penuh perhatian. Dengan demikian mereka dapat melaksanakan aktifitas kehidupan sebagaimana warga Negara pada umumnya.
Jenis-Jenis Aksesibilitas Bagi Pemilih, sediakan informasi Pilkada yang aksesibel :
- Bagi tuna rungu : pergunakan bahasa isyarat Indonesia, tulisan berjalan ( running teks ).
- Bagi tuna netra : sediakan informasi Pilkada bentuk audio (suara), dan huruf braille
AKSSESIBILITAS FISIK :
- Tempatkan TPS dilokasi yang rata, tidak bertangga-tangga, tidak berbatu-batu, tidak berumput tebal, tidak melompati parit.
- Lebar pintu masuk TPS (Tempat Pemungutan Suara) 90 Cm untuk memberi akses gerak pengguna kursi roda.
- Ukuran tinggi meja bilik suara 75 Cm dan berongga. Tinggi meja kotak suara 35 cm agar mudah dijangkau oleh pengguna kursi roda.
- Sediakan alat bantu coblos pemilih tuna netra disetiap TPS.
- Sediakan formulir C3/form pendampingan bagi pemilih disabilitas
AKSES LAYANAN RAMAH DISABILITAS
- Pemilih Tuna Netra : Sentuh pundak atau tangannya saat henda memulai pembicaraan Tawarkan kepadanya apakah membutuhkan pendampingan atau membutuhkan alat bantu coblos.
- Pemilih Tuna Rungu : Tepuk bahunya , tatap wajahnya, berbicaralah dengan gerak mulut yang jelas dan perlahan agar dia dapat membaca gerak bibir anda dan tidak perlu berteriak. Berikan kode atau lambaikan tangan andabila saat gilirannya untuk mencoblos tiba.
- Pemilih Tuna Daksa : Tawarkan bantuan apa yang dibutuhkan , dan lakukanlah sesuai petunjuk. Bagi pengguna kursi roda, untuk melewati tanggul, anda dapat membantu dengan menginjak bagian belakang kursi roda agar bagian depan kursi roda sedikit terangkat. Apabila lokasi TPS bertangga-tangga, untuk menuruni tangga pastikan kursi roda dalam posisi mundur.
- Pemilih Tuna Grahita : Biasanya pemilih tuna grahita didampingi orang tua atau gurunya.
Prof. Dr. Dede sebagai seorang akedemisi lebih banyak menyoroti hal-hal teoritis yang berkaitan dengan demokrasi. Sementara Ibu Ariani lebih memberikan hal-hal teknis yang dibutuhkan oleh kaum disabilitas dalam mengikuti pilkada. Mengingat beliau juga seorang difabel sehingga tahu persis kebutuhan dari kaumnya.
Masukan berharga yang diberikan oleh ibu Ariani ditambah pengalaman dari peserta menjadi informasi berharga untuk KPU.
Melalui forum diskusi ini KPU sebagai penyelenggara pilkada berharap agar pilkakada yang akan datang lebih ramah dan akses untuk kaum disabilitas.
KESIMPULAN HASIL DISKUSI :
- Peserta memahami tentang Pilkada akses
- Peserta mampu memberikan pelatihan pada petugas Pilkada ditingkat KPPS
- Materi data digunakan sampai tingkat KPPS Pilkada mampu melayani setiap pemilih disabilitas
Apresiasi yang tinggi kepada KPU karena telah membuka ruang yang seluas-luasnya kepada kaum disabilitas untuk terlibat lebih aktif dalam setiap penyelenggaraan Pemilu/Pilkada. Karena terungkap dari hasil diskusi yang baru lalu jika antusiasme kaum disabilitas terhadap Pemilu/Pilkada cukup tinggi.
Referensi :
- UU No. 15 thn 2011 tentang Penyelenggara Pemilu
- UU RI No. 1 thn 2015 Tentang Penetapan Perpu No. 1 thn 2004 tentang Pilkada
- Peraturan KPU, BAWASLU, dan DKPP No. 1 thn 2012, No. 11 thn 2012, No. 13 thn 2012 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilu
- Peraturan KPU No. 10 thn 2015 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara Pilkada PKPU No. 113 thn 2015 tentang Sfesifikasi Desain.
- Panduan Teknis KPPS
Bandung, 16 November 2015
Nice info Mak. Kebetulan saya nggak pernah secara langsung ketemu sama pemilih disabilitas, jadi kadang suka bayangin gimana mereka menyalurkan aspirasinya.
BalasHapusAlhamdulillah jika bermanfaat, trims mak sdh mampir
Hapus