Loading

Senin, 10 Desember 2012

TV sebagai media Sosialisasi dan pembelajaran bagi anak




Tak berlebih kiranya bila dikatakan kalau kini televisi sudah menjadi bagian dari hidup masyarakat. Lalu bagaimana sebaiknya cara kita sebagai orang tua menanggapi hal ini? Tentu tak mungkin kita seluas-luasnya memerdekakan anak menonton TV, apalagi ketika anak-anak sudah bersekolah dan pasti punya kewajiban belajar.

Orang tua jangan cepat-cepat mengecam siaran TV sebagai momok yang menakutkan yang dapat menghancurkan masa depan anak, jadi harus dimusuhi dan dibasmi. Justru siaran TV itu bisa dimanfaatkan anak sebagai alat komunikasi dan menjalin hubungan pertemanan dengan anak lain yang sebaya.
Misalnya film sponge bob atau dora the explorer dapat diambil sebagai bahan obrolan, tanpa terasa kontak sosial terjadi. Anakpun sudah belajar bersosialisasi. Kelak setelah remaja dan dewasa ia tak canggung berhubungan dengan orang lain.

Lalu bagaimana bila ada siaran yang dirasa kurang pas untuk anak seusia mereka? Jika kebetulan memergoki situasi semacam itu jangan segera mematikan TV, atau mengkuliahi anak apalagi memarahi anak, sebab hasilnya tidak akan menjadi lebih baik. Anak bukannya memahami pesan orang tua bahkan berbalik mencuri-curi kesempatan menonton.
Sebaiknya biarkan saja menonton tapi sebagai orang tua kita tetap mendampingi, kesempatan ini dipakai untuk membuka dialog dua arah antara anak dan orang tua. Caranya ajak mereka berbincang tentang film yang tengah ditayangkan dilayar kaca.
Misalnya jika sedang diputar film petualangan anak baik, pancing pendapat mereka relevan atau tidak penilaian yang ditujukan pada anak tersebut. Sementara itu coba perhatikan reaksi mereka  apakah anak bisa memahami perbuatan yang salah dan benar.
Selain itu, orang tua juga sebaiknya lebih berhati-hati terhadap film anak-anak yang cenderung menampilkan kekerasan fisik. Perkelahian, peperangan dan pergulatan fisik dalam kekerasan. Karena tak jarang orang tua dijadikan objek kekerasan, kesannya tidak enak. Anak bukannya diajarkan sikap cinta kasih tetapi lebih dipancing untuk berlaga, memamerkan kemampuan yang sebenarnya melecehkan hak orang lain.

Anak yang hanya mempunyai TV sebagai satu-satunya teman, pasti akan membatasi waktunya menonton, tanpa dipaksa anak akan merasa jenuh dengan sendirinya. Ibaratnya jika disodorkan makanan dalam jumlah banyak pasti nafsu makan tak terlalu besar, rasanya perut sudah kenyang duluan dengan melihatnya. Begitu juga halnya dengan kebiasaan anak menonton TV.
Tapi keputusan menyiasati masalah ini terserah pada kebijakan orang tua, jika perasaan was-was masih juga menghantui , anak bisa disibukan dengan kegiatan yang lain misalnya olah raga, musik atau kesenian lainnya diluar jam sekolahnya. Bisa juga sejak dini anak dilatih untuk gemar membaca.

Namun pada prinsipnya orang tua memang harus mengikuti perkembangan anak, termasuk mengenai impian, pemikiran dan sikap hidup mereka. Salah satu sumber yang bisa membuka wawasan berpikir anak adalah televisi, karena harus diakui juga televisi banyak memberi masukan pengetahuan dan perkembangan aktual di mancanegara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...