Tak berlebih kiranya bila dikatakan kalau kini televisi sudah menjadi bagian dari hidup masyarakat. Lalu bagaimana sebaiknya cara kita sebagai orang tua menanggapi hal ini? Tentu tak mungkin kita seluas-luasnya memerdekakan anak menonton TV, apalagi ketika anak-anak sudah bersekolah dan pasti punya kewajiban belajar.
Orang tua jangan cepat-cepat mengecam
siaran TV sebagai momok yang menakutkan yang dapat menghancurkan masa
depan anak, jadi harus dimusuhi dan dibasmi. Justru siaran TV itu bisa
dimanfaatkan anak sebagai alat komunikasi dan menjalin hubungan
pertemanan dengan anak lain yang sebaya.
Misalnya film sponge bob atau dora the
explorer dapat diambil sebagai bahan obrolan, tanpa terasa kontak sosial
terjadi. Anakpun sudah belajar bersosialisasi. Kelak setelah remaja dan
dewasa ia tak canggung berhubungan dengan orang lain.
Lalu bagaimana bila ada siaran yang
dirasa kurang pas untuk anak seusia mereka? Jika kebetulan memergoki
situasi semacam itu jangan segera mematikan TV, atau mengkuliahi anak
apalagi memarahi anak, sebab hasilnya tidak akan menjadi lebih baik.
Anak bukannya memahami pesan orang tua bahkan berbalik mencuri-curi
kesempatan menonton.
Sebaiknya biarkan saja menonton tapi
sebagai orang tua kita tetap mendampingi, kesempatan ini dipakai untuk
membuka dialog dua arah antara anak dan orang tua. Caranya ajak mereka
berbincang tentang film yang tengah ditayangkan dilayar kaca.
Misalnya jika sedang diputar film
petualangan anak baik, pancing pendapat mereka relevan atau tidak
penilaian yang ditujukan pada anak tersebut. Sementara itu coba
perhatikan reaksi mereka apakah anak bisa memahami perbuatan yang salah
dan benar.
Selain itu, orang tua juga sebaiknya
lebih berhati-hati terhadap film anak-anak yang cenderung menampilkan
kekerasan fisik. Perkelahian, peperangan dan pergulatan fisik dalam
kekerasan. Karena tak jarang orang tua dijadikan objek kekerasan,
kesannya tidak enak. Anak bukannya diajarkan sikap cinta kasih tetapi
lebih dipancing untuk berlaga, memamerkan kemampuan yang sebenarnya
melecehkan hak orang lain.
Anak yang hanya mempunyai TV sebagai
satu-satunya teman, pasti akan membatasi waktunya menonton, tanpa
dipaksa anak akan merasa jenuh dengan sendirinya. Ibaratnya jika
disodorkan makanan dalam jumlah banyak pasti nafsu makan tak terlalu
besar, rasanya perut sudah kenyang duluan dengan melihatnya. Begitu juga
halnya dengan kebiasaan anak menonton TV.
Tapi keputusan menyiasati masalah ini
terserah pada kebijakan orang tua, jika perasaan was-was masih juga
menghantui , anak bisa disibukan dengan kegiatan yang lain misalnya olah
raga, musik atau kesenian lainnya diluar jam sekolahnya. Bisa juga
sejak dini anak dilatih untuk gemar membaca.
Namun pada prinsipnya orang tua memang
harus mengikuti perkembangan anak, termasuk mengenai impian, pemikiran
dan sikap hidup mereka. Salah satu sumber yang bisa membuka wawasan
berpikir anak adalah televisi, karena harus diakui juga televisi banyak
memberi masukan pengetahuan dan perkembangan aktual di mancanegara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar