Loading

Kamis, 24 Oktober 2013

Sebait Rindu Yang Terpendam

" Saya hanya bisa tersenyum kecut dan menahan diri setiap kali mendengar teman-teman bercerita tentang cucu atau menantu mereka.  Mereka bisa bebas kapan saja bertemu cucu dan anak mantu. Adakalanya anak mantu dan cucu yang datang sendiri tanpa mereka minta. Sementara saya hanya bisa menemui cucu  jika sudah ada ijin dari ibunya yang tidak lain menantu saya " ucap seorang Ibu disebelahku.

Kami berada di satu ruangan yang sama , ruang periksa dokter di salah satu klinik. Didepan kami duduk  dua orang wanita yang satu berusia kira-kira tiga puluh tahunan dan satu lagi berkisar lima puluh tahunan. Seorang anak perempuan cantik, gemuk menggemaskan berusia sekitar tiga tahunan dengan rambut lurus dan berponi. Anak perempuan tersebut duduk menggelendot manja dipangkuan Ibu yang lebih tua. Belakangan baru  kutahu beliau neneknya karena sesekali si anak memanggilnya dengan sebutan Eyang dan memanggil Bunda pada perempuan yang lebih muda. Oh ! mereka tiga generasi Eyang, Anak dan Cucu. Terlihat mereka sangat bahagia, walaupun sang Bunda agak sayu matanya mungkin menahan rasa tidak nyaman dengan tubuhnya.
Aku tengah memeriksakan diri untuk rasa pusing dan demam yang sudah tiga hari menyerang. Sementara Ibu disebelah mengaku merasa tidak nyaman dengan pencernaannya. " Saya iri melihat keakraban mereka, Bu " ucapnya lebih lanjut. Mereka begitu akrab, saling sayang dan saling peduli. Sementara saya untuk bertemu cucu semata wayang harus melalui aturan yang sempat membuat terhenyak. Ujarnya dengan nada yang mulai bergetar. Satu waktu saya datang mengunjungi mereka. Saya bawakan cucu  mainan yang dibeli dari uang yang dikumpulkan sebagai upah menjahit. Sesampainya dirumah mereka, tidak ada keceriaan apalagi terima kasih dari mantu. Mantu saya itu malah mengatakan " Bu, saya tidak pernah memberikan Dita mainan atau sesuatu jika dia belum menunjukkan prestasi yang membanggakan ". Apa saya salah memberikan sesuatu untuk cucu sendiri ? ucapnya dengan air mata yang sudah mulai menggenang di pelupuk matanya. Ada nada kepahitan yang tergambar dengan jelas dari nada bicaranya. Sekilas dilihatnya pasangan Ibu, anak dan cucu yang duduk didepan kami. Seulas senyum kepahitan menghias bibirnya yang tipis. Diambilnya sehelai sapu tangan dari dalam tas untuk menghapus air mata yang mulai menetes. Gurat-gurat kecantikan masih tergambar dengan jelas meskipun sudah mulai tampak garis-garis kerutan di wajahnya.

" Ibu Nourma Bambang " suara perawat memanggil pasien berikutnya. Ibu yang duduk disebelahku berdiri dan  langsung masuk kedalam ruang periksa. Ucapan terima kasih terucap dari bibirnya  karena telah menemani berbincang selama menunggu antrian didalam ruang tunggu klinik.

Ibu Nourma telah hilang dari pandanganku. Ingatanku melayang pada sebuah artikel tentang keluh kesah seorang Ibu yang merindukan anak dan cucu. Bertahun-tahun mereka terpisah setelah si anak memutuskan untuk menikah. Kabar pernikahan mereka hanya diperoleh lewat sambungan telepon tanpa mengundang mereka yang nota bene adalah orang tua kandungnya untuk menghadiri pernikahan. Dan setelah mereka menikah tidak pernah sekalipun datang berkunjung. Sekalinya orang tua ingin menemui mereka harus ada ijin atau minimal memberitahukan lewat telepon bahwa mereka akan datang. 

Ya Allah ! Ya Rabbi ! kupikir kejadian orang tua kesulitan untuk bertemu anak, cucu dan mantu hanya terjadi di belahan dunia barat. Kini di dalam negeri sendiri yang terkenal dengan sistem kekeluargaan yang erat dan kental  nilai-nilai itu sudah mulai bergeser. Gejala apa yang sudah terjadi sekarang ? nilai-nilai luhur yang sering diajarkan oleh orang tua dari jaman dulu kala untuk menghormati orang tua rupanya sudah mulai tergerus dan terpengaruh dunia barat.

Keluar dari ruang periksa dokter ada rasa sesak yang masih menggumpal. Kerinduan dan kehangatan pelukan seorang nenek untuk cucunya masih terasa. Rindu seorang Ibu/nenek yang tidak akan bisa terganti dengan segepok uang atau harta berlimpah. Karena kasih sayang hanya bisa tercurah dan dirasakan didalam hati. Bukan disebuah perjanjian.

" Untuk seorang Nenek yang merindukan cucunya "

Kamis, 17 Oktober 2013

Pentingnya sarapan dan menu seimbang untuk keluarga

Anak-anak setiap hari ke sekolah punya kebiasaan membawa bekal dari rumah.  " Untuk bekal sekolah kita pesan mamanya Rangga saja, makanannya enak dan fariatif ".  kata Rangga sepulang sekolah menyampaikan komentar teman-temannya. Alhamdulillah senang mendapat pujian dari teman-temannya.  Sejak masih di Sekolah Menengah Pertama  sampai sekarang duduk di kelas dua belas kebiasaan membawa bekal dari rumah  tidak pernah ditinggalkannya. " Lebih kenyang , lebih sehat dan murah " demikian alasannya.

Saya senang dia lebih suka membawa bekal dari rumah daripada jajan di sekolah yang belum tentu terjamin kebersihanya. Padahal biasanya anak laki-laki lebih malu untuk membawa bekal dari rumah, itu yang seringkali saya dengar dari beberapa orang tua yang memiliki anak laki-laki sebaya dengan anakku.

Setelah sholat subuh kesibukan di dapur   biasanya sudah  dimulai , menyiapkan sarapan dan bekal yang akan dibawa mereka ke sekolah. Akan lebih mudah jika mereka sudah request dari semalam makanan apa yang akan dibawa esok hari ke sekolah,  saya tinggal membuka lemari es dan memasak makanan yang mereka minta. Repotnya  anak-anak sangat suka sekali makan telur, hampir setiap hari harus selalu ada telur dalam menu makanannya. Tinggal saya yang harus pandai-pandai mengatur masakan agar telur yang dimasak tidak hanya sekedar telur dadar atau telur ceplok.

Selain membawa bekal ke sekolah mereka tetap sarapan terlebih dahulu, karena ini penting untuk anak-anak. Ada enam manfaat sarapan pagi :

  1. Memberikan energi lebih, tubuh memerlukan energi yang cukup untuk aktivitas di pagi hari dan energi tersebut dapat diperoleh dari sarapan pagi. Hal ini membuat tubuh tetap fit dan tidak cepat lelah.
  2. Menyegarkan otak, otak juga mendapatkan nutrisi dari sarapan, sehingga otak dapat berpikir lebih baik dan cepat, selain itu sarapan pagi juga meningkatkan konsentrasi.
  3. Mencegah penyakit maag, sarapan pagi membuat lambung terisi makanan sehingga dapat menetralisir asam lambung. Lambung yang terlalu lama kosong dapat menimbulkan rasa perih di lambung dan berakibat pada sakit maag.
  4. Membantu perkembangan anak, bagi anak-anak usia sekolah konsentrasi belajar, kemampuan berpikir, daya ingat akan meningkat jika sudah mengonsumsi sarapan. Anakpun jadi lebih mudah menyerap pelajaran dan kebutuhan nutrisi untuk perkembangan anak juga terpenuhi.
  5. Menyehatkan tubuh, sarapan pagi membuat tubuh terhindar dari kolesterol. Hal ini dikarenakan sarapan mampu mendorong metabolisme sehingga produksi enzim yang meningkatkan kolesterol berkurang. Selain itu sarapan secara rutin juga bisa mengecilkan lingkar pinggang hingga 5 cm. Satu hal yang perlu diperhatikan porsi sarapan hendaknya tidak terlalu banyak, karena dapat mengganggu aktivitas. Menjadi ngantuk misalnya.
  6. Menghindari makan tak terkontrol, sarapan pagi menghindarkan kita dari rasa lapar berlebih. Jika tidak sarapan, yang terjadi adalah rasa lapar mengakibatkan porsi makan siang menjadi lebih banyak dan lebih banyak mengonsumsi camilan. Dari camilan-camilan inilah yang dapat menyebabkan kegemukan.
Selain pentingnya sarapan perlu diperhatikan pula mereka mendapatkan menu yang seimbang.
Konsep menu seimbang ini  harus menjadi pedoman setiap keluarga dalam menyusun menu sehari-harinya. Maknanya agar setiap keluarga atau individu dalam menyusun menu sehari-harinya berpedoman pada menu " empat sehat lima sempurna ". Artinya jika pedoman tersebut dijalankan, maka akan tercapai kesehatan yang diharapkan dan menjadi sempurna jika dilengkapi dengan susu.

Menu empat sehat lima sempurna yang dianjurkan terdiri atas bahan-bahan makanan sebagai berikut :

  1. Makanan pokok, makanan pokok merupakan sumber karbohidrat penghasil energi yang juga membuat rasa kenyang. Contohnya, nasi, roti, mi, jagung, singkong, dan sagu.
  2. Lauk-pauk hewani dan nabati, lauk-pauk ini sebagai sumber protein yang juga membuat nikmatnya hidangan jika dicampur dengan makanan pokok yang rasanya netral. Contoh pangan hewani diantaranya daging ( sapi, kambing, domba dan kerbau ), unggas ( ayam, bebek dan burung ), ikan ( ikan darat dan ikan laut ), serta telur. Sementara pangan nabati, seperti tempe, tahu dan kacang-kacangan.
  3. Sayur-sayuran. Sayur-sayuran merupakan sumber vitamin, mineral dan serat, yang membuat rasa nyaman serta meningkatkan selera. Sayuran dapat diolah menjadi sayuran berkuah, tumis-tumisan maupun lalapan disertai sambal.
  4. Buah-buahan. Buah-buahan merupakan sumber vitamin, mineral dan serat. Mengonsumsi buah dapat membuat rasa segar sehingga umumnya dijadikan hidangan penutup ( dessert ).
  5. Susu. Akan menjadi sempurna jika menu makanan ditambahkan dengan susu.

Referensi  : Sehat cara Al Qur'an dan Hadis, Dra. Emma Pandi Wirakusumah, M.Sc. ( Ahli Gizi )




Jumat, 11 Oktober 2013

Alamat Email Media


BERIKUT alamat-alamat email redaksi koran, majalah, jurnal dan tabloid yang menerima kiriman CERPEN/PUISI/ESAI.


1. Kompas
opini@kompas.co.id, opini@kompas.com
Honor cerpen Rp. 1.400.000,- (tanpa potong pajak), honor puisi Rp. 500.000,- (tanpa potong pajak–referensi Esha Tegar Putra), biasanya 2-3 hari setelah pemuatan, honor sudah ditransfer ke rekening penulis.

2. Koran Tempo
ktminggu@tempo.co.id
Honor cerpen tergantung panjang pendek cerita, biasanya Rp. 700.000,- honor puisi Rp. 600.000,- (pernah Rp. 250.000,- s/d Rp. 700.000, referensi Esha Tegar Putra), ditransfer 2 mingguan setelah pemuatan.

3. Jawa Pos
ari@jawapos.co.id
Honor cerpen Rp. 1.000.000,- (potong pajak), honor puisi Rp. 500.000,- (referensi Isbedy Stiawan Zs), ditransfer 1-2 minggu setelah cerpen/puisi dimuat.

4. Suara Merdeka
swarasastra@gmail.com
Kirimkan cerpen, puisi, esai sastra, biodata, dan foto close up Anda. Cerpen maksimal 10.000 karakter termasuk spasi. Honor cerpen Rp. 300.000,- (potong pajak), honor puisi Rp. 190.000,- (tanpa potong pajak), hubungi redaksi via email/telepon untuk konfirmasi pencairan honor, jangan lupa tanggal pemuatan cerpen. Bisa diambil langsung ke kantor redaksi atau kantor perwakilan redaksi di kota Anda—jika ada.